Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2024

[TUNTAS 30 HARI CERITA JANUARI]

  Ini sudah masuk tahun keenam saya menggabungkan diri dalam #30HariBercerita selama bulan Januari tiap tahunnya. Alhamdulillah tuntas walau tidak persis tiap hari satu tulisan, tapi setelah beberapa dirapel kelar juga tanpa "hutang tulisan". Hampir dua pekan dengan drama flu yang memang harus benar-benar berdamai. Bukan damai dikomitmen, namun berjarak dengan kenyataan. Membuat diri bisa menulis buka perihal ada waktu luang atau padat aktivitas. Tapi, kepekaan membaca ide pada semesta baik yang didepan mata atau belum pernah dijumpa sekalipun. Dengan alasan geografis maupun perbedaan zaman yang terlalu membentang masa. Kesadaran menuntaskan 30 cerita atau tulisan. Walaupun tanpa sanksi dan perjanjian apapun yang mengikat jika tak menulis satu, beberapa bahkan tak seharipun misalnya. Namun, mengokohkan komitmen itu tak mudah, kecuali dilatih untuk terbiasa. #30haribercerita Alarm pengingat bahwa jejak aksaramu tak boleh kosong lebih dari 24 jam. Bila berani membeli paket da

[CUMA KOMA]

  “ KOMA bukan Cuma tanda baca, tapi kode rehat sejenak agar kalimatmu tak berhenti disembarang kata yang salah atau tanpa makna .” Hidup tanpa koma akan terasa panjang, nafas ngos-ngosan, mata lelah membaca deretan huruf dan kadang akan salah memaknai kalimat saat salah memenggal kata dengan tepat. Koma bisa menjadi sebuah peringatan bagi mereka yang pernah menyicipi ruang ICU Rumah Sakit dengan status KOMA. Saat nikmat sehat berhenti sejenak, terbayang kiat dekat pemberhentian sebenarnya bernama kematian. Koma serupa jeda sejenak, kadang banyak yang tergoda menjadikannya peristirahatan panjang atau akhir perjalanan serupa tanda titik. Hingga banyak mereka yang enggan melanjutkan perjalanan, menyelesaikan kata hingga ujung kalimat atau akhir paragraf. Ingat, koma hanya tanda baca, bukan angka atau huruf penilaian atas sesuatu. Ia tanda istirahat bukan pemberhentian akhir perjalanan. Ia ruang menghirup nafas dari sesak alur cerita dan metafora yang kadang terlalu hiperbola d

[OTAK]

  “Berfikirlah dengan otak agar fungsinya mencerdaskan, bukan menumpuk kelicikan yang kian menampakkan kebodohan.” Otak, sistem pengendali super canggih yang dapat menjalankan tugas sekaligus pada saat bersamaan. Anda sambil menyetir mobil bisa mendengarkan radio, berbincang dengan teman disebelah, menginjak pedal gas, melirik kaca spion secara bersamaan. Otak dapat menerima jutaan bahkan miliaran rangsangan dari luar untuk diuraikan dalam otak dengan serasi, diperiksa, dinilai kemudian direspon. Sekitar 10 miliar sel di otak memiliki 120 triliun sambungan diantara sesamanya dengan benar-benar tepat dalam melaksanakan fungsinya. Jika satu saja tak berfungsi dengan semestinya berakibat sangat fatal dan berat bagi seseorang dalam menjalankan hidup. Fungsi otak untuk merespon dan menghasilkan pikiran, bukan kelicikan yang menyebar ketidakbenaran pada pemilik dan sekitarnya. 29012024, 23:23 #MariberbagiMakna #30HariBercerita #30HBC2429 #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwa

[CITA-CITA]

  “Kian bertambah usia akan mengantarkan manusia pada cita-cita yang lebih realistis dan berdampak sosial yang luas.” Cita-cita? Sebuah pertanyaan yang wajib memiliki jawaban wah dan membuat teman seusia takjub atau minimal ikut-ikutan apa yang diangankan teman lain. Setidaknya itu yang mengingatkan kita pada masa anak-anak atau mendengar anak-anak seusia saat itu. Ketika remaja cita-cita itu berangsur-angsur akan kian mempertimbangkan kemampuan dan peluang untuk meraihnya. Hingga wajar jika banyak yang kemudian merevisi cita-citanya. Lebih mendekati kata hati dibandingkan dengan ikut-ijutan atau sekedar memenuhi sebuah jawaban. Menginjak dewasa ada cita-cita yang tergapai, merealisasikan dengan yang lebih kecil tapi fungsinya sama atau berpindah haluan sama sekali. Tujuan hidup akan lebih melekatkan capaian akan kebutuhan personal dan keluasan peran secara sosial, Kian banyak pengalaman dan keluasan wawasan seseorang akan lebih menjadikan cita-cita sebagai dimensi ruang meng

[TANPA BUMI]

“Semua yang gratis biasanya akan kurang dihargai karena tanpa ada pengorbanan dan perjuangan mendapatkannya. Itu yang membuat manusia kian serakah merusak bumi.” Ingat benar kelangkaan tabung dan oksigen saat wabah pandemi memuncak beberapa tahun yang lalu. Setiap orang yang keluarganya menderita covid-19 merupaya kemana-mana mencarinya. Di satu sisi rumah sakit pun kekurangan stok oksigen. Berapapun biaya akan dikeluarkan asal mendapatkan oksigen tersebut. Oksigen ini menjadi salah satu faktor banyaknya pasien tak terselamatkan. Bumi pasti ngomong, "Jika setiap oksigen yang kau hirup berbayar, manusia mau menukarnya dengan apa?" Tetiba oksigen langka padahal masih berpijak di bumi yang sama dengan sebelumnya tanpa ada pengurangan jatah oksigen di bumi oleh Tuhan. Seketika manusia tertampar bahwa oksigen yang banyak disekeliling tak bisa menolong, kecuali yang sudah dimasukan kedalam tabung. Bumi pasti berkata, "Jika situasi kepepet manusia akan sadar tanpa harus diceram

[MENGIKAT NIKMAT]

  “Nikmat itu akan terlepas atau tetap terikat padamu tergantung rasa syukurmu pada-Nya.” Bila kita mendapatkan atau dianugerahi sesuatu yang baik atau diinginkan banget, maka ketika mendapatkannya pasti tak mau melepaskannya. Berupaya mengikatnya bagaimanapun caranya. Sekuat tenaga menjaga agar tak pergi, bahkan kalau bisa bertambah. Setiap hari selalu ada nikmat dari-Nya untuk kita, dan itu sesuatu yang sangat dibutuhkan. Tapi tanpa sadar kita sendiri yang melepaskan dan menghilangkannya. Keterlaluan dan sombong banget yah. Perihal menghilangkan dan mengikat nikmat itu, Imam Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam nya mengatakan, “Siapa yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan, maka ia telah berusaha menghilangkan nikmat darinya, dan siapa yang syukur atas nikmat berarti telah mengikat nikmat itu dengan ikatan yang kuat kokoh.” Jika ada sesuatu yang berarti hilang padamu, bisa jadi karena syukur pada-Nya belum benar. Benahi, agar nikmat itu kian bertambah. 26012024, 17:51 #MariBer

[SALING MENGABADI]

  “Cinta ibu sepanjang zaman abadinya. Lalu bagaimana jika itu abadi tergores dengan pena pula?. Lapis-lapis keabadian yang abadi hingga akhirat kelak." Tak ada yang memungkiri pepatah, "Kasih anak sepanjang gala, kasih ibu sepanjang jalan", dalam membandingkan kasih sayang seorang ibu. Sepanjang-panjang gala ada ujungnya, sedang jalan tak pernah berujung dari jalan utama hingga setapak terus memanjang sambung menyambung adanya. Cinta ibu tak pernah berakhir kisahnya hingga akhir zaman . Ia abadi menghangatkan roman dan cerita anak manusia hingga hari terakhir adanya dunia. Tak memandang tempat, waktu bahkan perbedaan fisik manusia dibelahan bumi mana sekalipun. Menuliskan cinta dan rindu ibu dengan penamu, mengabadikan sesuatu yang sudah abadi sebelumnya. Lapis demi lapis keabadian yang bertingkat saling mengokohkan dan membenarkan memberi kesaksian hingga akhirat kelak. Lapis-lapis cinta itu tak akan mengering sekemarau apapun bumi dan segersang apapun keangkuhan. Kar

[BELAJAR DARI TERMINAL LISTRIK]

  “Hiduplah seperti terminal listrik. Dari satu sumber berbagi pada lebih banyak titik tanpa memilih rupa yang menyambungkan diri padanya.” Pernah kejadian dalam sebuah kegiatan pelatihan yang menginap. Sekamar berdua. Fasilitas dalam kamar ada televisi dan kipas angina, tapi colokan (terminal listik) hanya dua lubang. Pas sekali hanya untuk televisi dan kipas angin. Di zaman sekarang, dengan setiap orang minimal memiliki HP dan tentu laptop mengerjakan tugas pelatihan pasti memerlukan colokan minimal empat lubang lagi. Artinya terminal listrik sudah menjadi kebutuhan primer, apalagi bagi generasi Z dan milenial. Tak heran tempat ternyaman didalam ruangan, tempat pertemuan, atau ruang publik ialah yang menyediakan terminal listrik pada setiap meja atau kursinya. Karena nyawa HP harus segera menemukan tempat pengisi daya nya. Terminal Listrik menghubungkan perangkat elektronik dengan arus listrik. Dari satu kabel arus yang masuk dalam terminal dapat dibagi menjadi lebih dari satu coloka

[DEBAT vs MEMBACA]

  “Dalam berdebat apa yang menjadi argumentasimu hanya bersumber dari dua hal : Pengalaman dan Bacaanmu.” Dalam tiga bulan terakhir perihal berdebat menjadi marak dalam percakapan public baik dalam perbincangan langsung atau saling kometar di laman media sosial. Cara berdebat da nisi perdebatan biasa menjadi debat kusir sesame penonton (baik penontong langsung, penonton utuh, setengah menonton atau Cuma potongan-potongan debat yang viral saja). Bagaimana cara dan seperti apa isi debat seseorang snagat dipengaruhi oleh seberapa banyak pengalaman atau rekam jejaknya dan seberapa banyak melahap reveransi atau bacaan. Sebenarnya jika mau jujur debat pilpres (baik capres maupun cawapres) yang lima kali digelar oleh KPU sangat kontras dan blak-blakan menggambarkan kualitas dan tingkat membaca bangsa Indonesia yang sangat memprihatinkan. Unesco pada 2012 menyatakan minat baca masyarakat Indonesia 0,001 persen. Artinya diantara 250 juta penduduk, hanya 250.000 yang punya minat baca. Pada 2014

[BERANEKA BENTUK]

“Satu nama beragam bentuk. Satu jenis beragam karakter. Apa yang berbeda bukan berarti tak bisa disatukan dan yang seragam belum tentu semuanya identik.“ Waktu kecil jika sakit ada dua jenis obat yang akan diberikan oleh dokter. Pertama dalam bentuk sirup yang tentu manis dan disukai. Kedua bentuk puyer atau racikan sebuk yang dibungkus dalam kertas sekali minum dengan dicampur air dalam sendok, ini rasanya pahit minta ampun bagi saya. Walaupun sudah diikuti air putih dan ngemut permen, kenapa rasanya pahitnya itu lama bertahan di lidah. Ada juga dalam bentuk tablet dengan rasa buah dan biasanya. Seiring usia, bentuk obat yang diberikan dokter dalam bentuk tablet atau pil atau kapsul. Ada yang bulat, lonjong atau kapsul. Ukurannya ada yang kecil, tak jarang besar-besar. Di fase ini jangan harap ada yang rasanya manis.  Saya orang yang cukup lama baru bisa menelan obat dengan benar dan lancar. Selalu saja jika menelan jika tidak nyangkut di lidah ya nempel dilangit-langit mulut walaupun

[IMUNITAS]

  “Imunitas terbaik dan paten datang dari dalam diri sendiri. Suplemen dan obat hanya bersifat membantu dan sementara.” Semua diciptakan seimbang oleh-Nya. Seperti daya tahan manusia yang kadang kebanyakan berharap pada lingkungan. Tak semua yang ada dilingkungan dapat dikendalikan oleh manusia, sehingga dapat diatur semaunya sebagai hak prerogatif.  Padahal secara fitrahnya manusia telah dilengkapi dengan daya tahan (imunitas) dari dirinya sendiri. Sekuat dan hebat apapun daya topang dari luar, jika pribadi yang bersangkutan lemah atau tak memperdulikan dirinya sendiri, bersiap untuk tumbang.  Betapa banyak mereka yang bertubi-tubi dihantam cobaan, berkali-kali diterjang virus, tak henti dirundung masalah. Tapi, memiliki mental yang kuat, emosi yang seimbang, jiwa yang kokoh mampu meningkatkan imunitas yang terpendam dalam dirinya.  Jangan mati lebih dahulu sebelum ajal dengan menjadi diri yang lemah dan jiwa yang rapuh.  21012024, 23:47 #MariBerbagiMakna #30HariBercerita #30HBC24 #30

[HIDANGAN TERNIKMAT]

  “Makan ternikmat ketika merasa lapar,  dan minum paling segar ketika merasa haus. Hidup sesuai dengan kebutuhan, jangan kalah oleh keinginan yang tak ada batas.” Perihal makanan tak akan jauh dari kata enak dan nikmat. Untuk itulah ritual makan dilakukan mencicip dan menyantap yang enak. Sebisa mungkin yang tak bersahabat dengan lidah alias kurang enak tidak dimakan. Tapi memang benar, makan paling nikmat saat lapar. Contoh saja usai bekerja keras di sawah yang terik kemudian santap siang. Walau menu ala kadarnya, tapi substansi nikmatnya dapat. Atau saat berbuka puasa saja. Makanan yang sangat nikmat rasanya itu yang paling pertama disuap saat berbuka. Dibanding potongan terakhir yang dipaksa ditelan saat sudah kekenyangan waktu berbuka puasa. Seperti perut kita yang tak boleh hanya dipenuhi oleh makananan semata. Atau dengan air saja. Tapi, harus ada ruang makanan, minuman dan udara. Tak boleh kemaruk yang akan menyebabkan bukan hanya berkurannya nikmat makanan, tapi kesehatan diri

[ANTRI SEHAT]

  “Jika saat sehat mengatri  menjadi sesuatu  yang sangat membosankan. Saat sakit, betapa  menunggu sesaat itu sangat melelahkan. Disiplin saat sehat dan intropeksi diri ketika lemah, dua kekuatan membina diri.” Sering ditemui saat diruang publik. Antrian menjadi pemandangan untuk memdapat pelayanan yang menjadi hak warga negara. Sudah dengan antrian panjang, masih saja ada yang menyerobot. Baik didepan mata dalam barisan atau lewat jalur belakang alias orang dalam. Bayangkan saat sehat aja banyak yang tak sabaran menunggu giliran dengan cara tak benar. Tentu bagi yang diserobot juga wajar emosi dan marah saat ada perilaku yang merapas hak antriannya. Ini terjadi saat mereka sehat. Bayangkan jika hal serupa terjadi pada mereka yang menderita sakit. Antrian para orang yang sakit berobat atau mendapatkan fasilitas layanan kesehatan sudah menjadi pemandangan yang biasa. Saya sering mikir dan merasakan, aduh antri saat sakit akan menambah naik sedikit penderitaan dibanding antri saat sehat

[INDERA PENCIUMAN DAN PERASA]

   “Dunia tanpa rasa akan hambar, tiada aroma akan datar.  Rasa yang membuat segala berselera dan aroma memantik segala  gairah.” Antara indera penciuman dan perasa sangat berkaitan erat. Ia mendeteksi aroma dan rasa yang sangat beragam yang akan mempengaruhi kehidupan. Bayangkan hidup tanpa indera penciuman. Aneka aroma yang harum mewangi tak lagi dapat hinggap dihidung. Beragam aroma kuliner dan bumbu tak bisa terhidup menggugah. Hidup akan terasa datar. Tanpa gairah. Kemampuan mendeteksi bau terganggu diantaranya karena molekul bau tak dapat mencapai reseptor penciuman (aroma) yang terletak dibagian atas hidung. Ini biasa disebabkan oleh peradangan sinus. Atau karena hidung tersumbat sehingga selaput lendir yang melapisi saluran hidung dihasilkan secara berlebihan karena peradangan. Ini bukan hanya menganggu hilangnya penciuman tapi juga rasa akibat flu. Bayangkan pula bila hidup tanpa nikmat rasa indera pengecap. Apa yang dimakan terasa sama saja. Hambar. Tanpa manis, asam, asin. T

[INSPIRASI]

  "Betapa Maha Sempurnanya Sang Pencipta menganugerahkan pikiran. Pernah bayangkan jika manusia tanpa pikiran. Ya, pasti bukan disebut manusia dong." Ketika dulu masa kanak-kanak awal masuk Sekolah Dasar (SD) dan musim penghujan satu masalah timbul. Bagaimana agar sepatu tidak basah jika berangkat sekolah?. Dari kepala sampai lutut bisa terselamatkan dengan memakai payung. Apalagi jika jalanan ada genangan dan becek. Bakal sampai sekolah dengan sepatu basah dan otomatis kaki juga basah, bisa mengakibatkan sakit perut dan lain sebagainya. Entah dari mana atau siapa tetiba ide membungkus sepatu dengan plastik dengan kondisi tetap memakainya hingga sampe sekolah itu muncul. Senang rasanya bisa melakukan itu. Namun, kadang kemudian timbul masalah baru jika menginjak tanah becek dan liat. Plastik bakal nempel setengah mati ke tanah dan sulit diangkat. Mengingat itu semua sekarang akan terlihat lucu bahkan mau tertawa sendiri. Tapi, begitulah inspirasi itu datang pada saat ada mas

[MENULIS]

  “Apa yang ada dalam kepala atau mengisi ruang hati, Itulah yang biasanya menjadi kata di ujung pena. Tak ada cerita tulisan tanpa melalui kepala atau jiwa manusia.” Setiap orang punya caranya sendiri bagaimana menulis. Baik pemula atau penulis terkenal sekalipun akan menulis berdasarkan ide, gagasan, imajinasi yang ada dalam pikirannya. Atau mereka menjadikan apa yang dirasakan menjadi bahan tulisan. Kegalauan, sedih, marah, emosi, kecewa, benci dan sebagainya yang ada dalam dadanya. Tak ada menulis dalam kondisi tak sadar. Mencorat-coret tidak karuan tanpa dipikirkan. Tanpa maksud yang mau disampaikan. Untuk mengontrol tulisan agar sesuai keinginan perlu dibaca ulang kembali. Meminimalisir kesalahan kata, perbedaan penafsiran kalimat dan sebagainya. Pemimpin Partai Komunis Cina, Mao Tse Tung contohnya dengan kemahirannya menulis tetap saja dengan teliti dan disiplin membaca ulang tulisannya sebanyak lima kali atau lebih sebelum dicetak atau print. Dengan demikian hasilnya bisa bers

[TANPA ISI]

  “Agar benih menjadi pohon, ia butuh isi. Agar ibadah bernilai, perlu adanya rasa.” Kontestasi pemimpin dalam balutan perhelatan pemilu, pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah hingga ketua RT sekalipun, merupakan kesempatan besar bagi rakyat yang memiliki hak pilih untuk memilih dan memilah. Sejauh mana para kandidat memang benar-benar punya isi hingga pantas menjadi pemimpin, bukan pemimpi dalam alam khayalan. Adakalanya tong kosong memang nyaring bunyinya. Pandai berbicara tapi tak berisi, yang keluar hanya pemanis buatan hingga akan menimbulkan penyakit gula darah dalam kehidupan. Tak berisi bukan hanya bisa dikamuflase dengan jago melakukan pencitraan diri, tapi juga bersilat lidah dan minim bicara dalam debat padahal saat pidato sangat jago dan mengebu-gebu. Benih yang kopong hanya berisi selaput pembungkus luar, tanpa ada isi, mustahil akan tumbuh menjadi tunas. Apalagi menghasilkan buah manis yang diidamkan. Ibadah dan amal bila hanya dilakukan sekedar gugur kewajiban tan