“Apa yang ada dalam kepala atau mengisi ruang hati, Itulah yang biasanya menjadi kata di ujung pena. Tak ada cerita tulisan tanpa melalui kepala atau jiwa manusia.”
Setiap orang punya caranya sendiri bagaimana menulis. Baik pemula atau penulis terkenal sekalipun akan menulis berdasarkan ide, gagasan, imajinasi yang ada dalam pikirannya. Atau mereka menjadikan apa yang dirasakan menjadi bahan tulisan. Kegalauan, sedih, marah, emosi, kecewa, benci dan sebagainya yang ada dalam dadanya.
Tak ada menulis dalam kondisi tak sadar. Mencorat-coret tidak karuan tanpa dipikirkan. Tanpa maksud yang mau disampaikan. Untuk mengontrol tulisan agar sesuai keinginan perlu dibaca ulang kembali. Meminimalisir kesalahan kata, perbedaan penafsiran kalimat dan sebagainya.
Pemimpin Partai Komunis Cina, Mao Tse Tung contohnya dengan kemahirannya menulis tetap saja dengan teliti dan disiplin membaca ulang tulisannya sebanyak lima kali atau lebih sebelum dicetak atau print. Dengan demikian hasilnya bisa bersih dari cacat (zero defects) atau kesalahan.
Komentar
Posting Komentar