Langsung ke konten utama

[DEBAT vs MEMBACA]

 


“Dalam berdebat apa yang menjadi argumentasimu hanya bersumber dari dua hal : Pengalaman dan Bacaanmu.”

Dalam tiga bulan terakhir perihal berdebat menjadi marak dalam percakapan public baik dalam perbincangan langsung atau saling kometar di laman media sosial. Cara berdebat da nisi perdebatan biasa menjadi debat kusir sesame penonton (baik penontong langsung, penonton utuh, setengah menonton atau Cuma potongan-potongan debat yang viral saja).

Bagaimana cara dan seperti apa isi debat seseorang snagat dipengaruhi oleh seberapa banyak pengalaman atau rekam jejaknya dan seberapa banyak melahap reveransi atau bacaan. Sebenarnya jika mau jujur debat pilpres (baik capres maupun cawapres) yang lima kali digelar oleh KPU sangat kontras dan blak-blakan menggambarkan kualitas dan tingkat membaca bangsa Indonesia yang sangat memprihatinkan.

Unesco pada 2012 menyatakan minat baca masyarakat Indonesia 0,001 persen. Artinya diantara 250 juta penduduk, hanya 250.000 yang punya minat baca. Pada 2014 masih oleh Unesco juga, anak-anak Indonesia hanya membaca 27 halaman setiap tahun. Peringkat Literasi Indonesia berdasarkan penelitian tahun 2013-2014 World’s Most Literate Nations, Central Connecticut State University yang disampaikan tahun 2016 berada di peringkat 60 posisi terbawah kedua dari 61 negara yang diteliti. Hanya lebih baik dari Bostwana, negara kawasan selatan Afrika. (Kompas, 7 Februari 2017)
Waktu membaca bangsa Indonesia dikalahkan oleh menonton, apalagi ditambah dengan kian mayoritasnya generasi Z dan milenial yang menjadikan sumber utama informasi dari media sosial.

 Televisi diduga mengisi hampir 50% waktu senggang orang Indonesia. Membaca menjadi kegiatan langka lebih-lebih untuk bergulat dalam pemahaman yang mendalam. Lebih suka kita baca media sosial dengan pesan melalui sms, group WA dan postingan Fecebook, tiktok, instagram, youtube dan sebangsanya.

“Kita berada dari suatu lingkungan yang tak pernah membaca ke dalam suatu lingkungan yang tak hendak membaca.” (Goenawan Muhammad)

23012024, 23:34
@30haribercerita @rehatiwan @inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...