Langsung ke konten utama

[BERANEKA BENTUK]


“Satu nama beragam bentuk. Satu jenis beragam karakter. Apa yang berbeda bukan berarti tak bisa disatukan dan yang seragam belum tentu semuanya identik.“

Waktu kecil jika sakit ada dua jenis obat yang akan diberikan oleh dokter. Pertama dalam bentuk sirup yang tentu manis dan disukai. Kedua bentuk puyer atau racikan sebuk yang dibungkus dalam kertas sekali minum dengan dicampur air dalam sendok, ini rasanya pahit minta ampun bagi saya. Walaupun sudah diikuti air putih dan ngemut permen, kenapa rasanya pahitnya itu lama bertahan di lidah. Ada juga dalam bentuk tablet dengan rasa buah dan biasanya.

Seiring usia, bentuk obat yang diberikan dokter dalam bentuk tablet atau pil atau kapsul. Ada yang bulat, lonjong atau kapsul. Ukurannya ada yang kecil, tak jarang besar-besar. Di fase ini jangan harap ada yang rasanya manis. 

Saya orang yang cukup lama baru bisa menelan obat dengan benar dan lancar. Selalu saja jika menelan jika tidak nyangkut di lidah ya nempel dilangit-langit mulut walaupun didorong dengan air minum. Asli pahitnya itu obat terasa juga. Tapi saya lihat ada juga orang yang lancar menelan obat langsung tanpa perlu disorong oleh air minum mengikutinya.

Walaupun semua obat bertujuan untuk meringankan atau menghambat laju penyakit, tidak semua dibuat dalam bentuk dan ukuran yang sama.

Perbedaaan diperuntukan untuk memudahkan saling mengenal, memahami fungsi dan menempatkan peran masing-masing.

22012024, 23:57
#MariBerbagiMakna #30HariBercerita #30hbc2422 #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi 
@30haribercerita @rehatiwan @inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...