Langsung ke konten utama

[IBADAH HAJI]


Haji, napak tilas perjalanan ketaatan, cinta, iman, pengorbanan, keluarga, perlawanan, tumbuh dan berkembangnya agama. 

Jejak ketaatan yang selalu lekat dalam ingatan dan peringatan sejak Nabi Ibrahim as. hingga Nabi Muhammad saw.

Penempatkan cinta pada posisi dan proporsi. Kadang terlihat bertolak belakang antara keluarga dan Sang Pencipta, namun sebenarnya dua hal yang tak terpisahkan dan saling menguatkan. 

Kisah puncak keimanan saat perintah terberat menjadi ujian yang menaikkan derajat. Perintah yang kadang diluar nalar manusia, tapi bersama dengannya selalu hadir pertolongan-Nya diluar kalkulasi makhluk bumi. 

Spirit pengorbanan luar biasa baik harta, waktu, pikiran, perasaan, hingga peluh dan darah yang menetes untuk sebuah penghambaan sejati hanya pada-Nya. 

Keteladanan sebuah keluarga yang menjadi mata air hingga akhir jaman. Nabi Ibrahim, Hajar dan Ismail dalam segala dimensi peran ketaatan pada posisinya masing-masing. 

Semangat perlawanan terhadap iblis dengan segala bentuk, modus dan metode bujuk rayu godaan abadi hingga akhir jaman untuk menjauhkan orang beriman dari Rabb-Nya. 

Haji sejarah panjang tentang keimanan sejak ribuan tahun, mulai Nabi Ibrahim as, Hajar dan Ismail hingga Muhammad Saw yang akan terus tumbuh dan berkembang hingga akhir jaman. 

Rumah Merpati 22
09072022, 04:17
#MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #reHATIwan #Haji #Ibadah #IWANwahyudi
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KESETIAAN PAHLAWAN]

  "PAHLAWAN yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita.” –Drs Mohammad Hatta- Proklamator dan Wakil Presiden Pertama RI Pahlawan selalu mengambil jalan yang tak mudah. Rute yang tidak setiap orang mau melaluinya. Ia bukan jalan popularitas yang melambungkan namanya hingga disebut oleh khalayak. Bukan pula jalur yang mulus tanpa rintangan dan kelokan tajam mematikan membuat jantung hampir copot. Langkahnya tak bertabur bunga yang harum semerbak apalagi karpet merah. Pahlawan selalu memilih setia yang akan menagihnya pengorbanan tak berbilang. Memintanya lebih banyak dari lainnya. Merenggut tak sedikit kesenangan yang mungkin telah akrab membuang banyak waktu yang sia-sia. Moh. Hatta tau konsekuensi itu bahkan harus menjalani pembuangan ke Boven Digul Papua yang horror dengan malaria ganasnya. Jenderal Soedirman paham resikonya, hingga harus bergerilya keluar masuk hutan memimpin perlawanan pada penjajah walau dengan paru-paru t

[THE GRAND OLD MAN]

Kala itu di suatu lapak buku bekas Pasar Jatinegara Jakarta, saya agak lupa-lupa ingat kenapa buku H. Agus Salim ini yang saya pilih untuk dibeli dan bawa pulang. Usia saya saat itu masih Sekolah Dasar, kisah-kisah pahlawan entah kenapa saya minati. Dan tumben juga orang tua saat itu singgah dilapak buku ditengah belanja keperluan lainnya.  H. Agus Salim, nama yang saat itu tidak familiar bagi saya dibandingkan pahlawan lainnya yang banyak terdapat di buku IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), PMP (Pendidikan Moral Pancasila) juga PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Pemilik nama asli Mashudul Haq ini mungkin satu-satunya pilihan karena tidak ada buku pahlawan lainnya.  Buku yang diterbitkan oleh PT. Karya Unipress tahun 1984 ini hanya setebal 50 halaman dan memang sepertinya diperuntukan untuk anak-anak.  Sosok Agus Salim yang masih membekas bagi saya setelah membaca buku ini ialah kemampuannya menguasai banyak bahasa asing (7-9 bahasa) dan ia mend

082 [DIPLOMASI MUSIM SEMI MESIR AGUS SALIM]

  “Ketahuilah, bahwa saya dan negeri saya siap membantu bangsa Muslim itu. Apapun yang mereka minta, saya siap melakukannya.” Ucap Raja Arab Saudi Abdul Aziz as-Saud ketika berkunjung ke Mesir pada 16 Januari 1946 kepada Abdurrahman Azzam Pasya Sekjen Liga Arab. “Seluruh senjata biar dikirim dari Mesir. Adapun suksrelawan, dikirim dari Negara-negara Arab” tegas Raja Farouk Mesir suatu ketika melalui telepon pada Abdurrahman Azzam Pasya Sekjen Liga Arab. Suasana ruangan itu nampak begitu emosional. Apalagi kedua orang perwakilan Negara yang akan menandatangani perjanjian persahabatan dan perdagangan. Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Mesir Mahmud Fahmi Nokrashi Pasya dan Menteri Muda Luar Negeri Indonesia H. Agus Salim. Tangan Agus Salim bergetar hebat sebagaimana ditulis Rizki Lesus dalam buku “Perjuangan yang Dilupakan”. Mesir saat itu 10 Juni 1947 bertepatan dengan 21 Rajab 1336H menjadi saksi. Sebelumnya Ahad, 1 Juni 1947 kabinet Mesir dibawah pimpinan Mahmud Fahmi No