Langsung ke konten utama

HIDUP untuk BERBAGI


Hidup yang kita lalui dimuka bumi ini hakikatnya sebuah pinjaman waktu yang diberikan oleh-Nya. Pijaman itu tentu memiliki batas jatuh tempo, ukuran pengembalian, prosedur penggunaan dan mekanisme pengembaliannya. Kenapa semua harus diatur demikian? Agar dalam peminjaman itu tidak ada yang dirugikan, melainkan saling melipat gandakan keuntungan.

Salah satu cara yang tidak menyalahi aturan dan selalu membawa keuntungan adalah BERBAGI dalam hidup ini. Banyak hal dapat kita bagi selama waktu didunia ini. Berbagi tentunya dengan apa yang kita punya. Siapa yang tak memiliki mustahil untuk berbagi.

Pertama, Berbagi Materi. Sebagian besar manusia mempersepsikan berbagi dalam ruang yang sempit bernama materi semata. Berbagi materipun tidak diwajibkan bagi semua manusia, namun hanya bagi mereka yang memiliki kadar harta tertentu semata. Sangat ringan bukan?

Kedua, Berbagi Keteladanan. Sebaik-baiknya cara mengajak orang lain bukan dengan perintah tapi dengan keteladanan. Dari berbagai kepahaman yang dimiliki, beragam ilmu yang didalami, jabatan dan kekuasaan yang disandang mari membaginya dengan keteladanan agar yang melihat dan mengetahuinya dapat mengikuti kebaikan-kebaikan yang ada didalamnya, menapaki langkah kesuksesan yang diraihnya, mendapatkan pahala akan keberadaannya. Sederhana bukan?

Ketiga, Berbagi sesuai kadar kemampuan. Banyak yang menyebabkan orang enggan atau bingung untuk berbagi karena membatasi bentuk berbagi itu untuk hal tertentu saja terutama materi. Banyak potensi dan anugerah dari-Nya pada kita sebenarnya dapat dijadikan obyek berbagi. Tersenyum pada sesama adalah berbagi suasana gembira, bercerita pengalaman adalah berbagi tentang inspirasi dan motivasi, membantu digaris depan pada yang sedang tertimpa musibah adalah berbagi tenaga dan energi fisik, mendonorkan darah pada yang membutuhkan adalah berbagi dan menyambung rasa kemanusiaan. Mudah bukan ?

Lalu masalah dimana? Kita selalu berpikir apa yang harus dibagi, memunda-nunda dengan dalih menunggu waktu yang tepat dan akhirnya belum ada apapun yang kita bagi.

30012018 07:12 Bukit Permai BB 33
#IWANWahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#Komunitas_Gerimis 
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me