Langsung ke konten utama

[BAKSO : MURAH, MUDAH, MERIAH TAPI TIDAK MURAHAN] #DIARIwan

Salah satu kuliner yang paling mudah di jumpai di seluruh daerah Nusantara selain nasi ialah bakso. Bakso ini sudah seperti makanan khas Indonesia aja.

Saking penasarannya, saya coba cari info di google tentang kuliner berkuah ini berasal dari daerah mana? Konon bakso berasal dari Tiongkok, dari cerita di masa Dinasti Ming (1368-1644) ada seorang pemuda bernama Meng Bo yang awal mula memiliki ide membuat bakso ini.

Bakso sering di identikan dengan kuliner ala kaki lima. Baik menggunakan gerobak yang mangkal (berdiam di sebuah tempat) atau berkeliling. Kemudian muncul warung atau tempat makan pentol berisi daging yang dicampur dengan mie dan diberi kuah ini, baik berupa lesehan hingga disajikan dalam bentuk masakan siap saji yang bisa disimpan dalam waktu tertentu.

Penjual bakso tak melulu di identikan dengan rakyat kecil, ekonomi bawah atau pendidikan pas-pasan. Saya ingat betul saat SMP dikampung, penjual bakso di sembilan desa sekitar sekolah cuma ada dua tempat. Kedua penjual bakso itu ya guru SMP kami. Mereka guru PNS dan mata pelajaran yang di ampuhnya Fisika dan Matematika. Jelas sekali pak guru kami secara ekonomi lebih tinggi dari petani, pedagang dan profesi mayoritas lainnya. Secara kemampuan intelektual mereka tidak di ragukan karena seorang guru dan pelajaran yang diajarkan benar-benar menguji otak.

Bakso memang kuliner yang murah meriah dan banyak diminati semua kalangan. Mudah di dapat karena ada dimana-mana hingga pelosok desa. Dan penjualnya tidak bisa di anggap murahan atau sebelah mata.

27062022

#MariBerbagiMakna #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi #DIARIwan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me