Langsung ke konten utama

[JADILAH TELAGA]

Saya mengenal telaga sebagai sumur yang digali disawah tempat petani mengambil air menyirami tanaman-tanamannya. Selain tanaman kadang juga air telaga digunakan untuk minum bintang ternak. Pada umumnya (di kampung saya Bima NTB) telaga ada yang berair keruh dan jernih. Telaga jernih juga biasa diminum oleh petani. 
Walaupun definisi telaga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cukup banyak, tapi saya memaknainya dengan apa yang saya lihat dan penamaan masyarakat Bima terhadap sumur di sawah. Karena jika kata telaga itu diucap maka memori dikepala saya akan tersambung pada hal itu. 
Telaga kini sudah kian langka terganti dengan sumur bor yang dapat mencari mata air jauh lebih dalam dan besar. Dan tentu mengambil air nya sudah menggunakan mesin air diesel. Dulu biasanya menggunakan timba atau tempat yang terbuat dari seng/kaleng dengan dipikul turun naik tangga kedalam telaga. 
Telaga bersumber dari mata air yang ada disawah/ladang. Selalu menyediakan air sepanjang musim tak henti-hentinya walau dimasa kemarau debit air nya tentu berkurang/kecil. Mata air yang tidak terlalu dalam tapi dekat dengan aktifitas petani di sawahnya. Tempat mereka mengais rejeki dari-Nya. 

Telaga menghidupi manusia, tumbuhan dan hewan. Ukurannya tak besar, seukuran sumur pada umumnya. Tapi dapat menyirami sawah yang luasnya berkali-kali lipat dari telaga. Tempat binatang meneguk air saat haus. Manusia menimba airnya untuk kebutuhan dasarnya, air. 

Selama dua hari, 7-8 Maret 2022 saya mengikuti kegiatan Safari Literasi Duta Baca Indonesia @safariliterasi_golagong Gol A Gong @golagong banyak pelajaran dan makna telaga yang bisa saya ambil dari sosok ini. 

"Jadilah Telaga".

Rumah Merpati 22
09032022, 16:54
#MariBerbagiMAKNA #InspirasiWajahNegeri
#reHATIwan #IWANwahyudi #InspiringWords 
@inspirasiwajahnegeri 
@iwanwahyudi1 
@flpntb 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me