Langsung ke konten utama

[KOMPAK DI AWAL TAHUN]

"Kitab Puisi ini buku bang Eka yang ke berapa? ", tanya saya suatu ketika. " Buku ketujuh wan", jawab sang penulisnya singkat. 

Buku "Kitab Puisi, Bumi Berbisik Langit Mendengar" dan buku "Bind and Speard Love" sama-sama buku ketujuh dari masing-masing penulisnya. Dengan genre yang berbeda juga tentunya. 
Sejak buku pertama saya "Bestseller Spirit dan Inspirasi Menjadi Manusia Luar Biasa" dan buku pertama Eka Ilham @eka_ilham_sang_pencerah "Guru itu Melawan" seakan kami saling kejar mengejar untuk menerbitkan karya.

Setiap pulang kampung ke Bima atau ada karya baru saya selalu berkunjung ke rumah Bang Eka di Bre Palibelo. Begitu juga jika beliau ada karya baru, saya selalu di kirimi. Jika bertemu atau komunikasi bukan hanya untuk saling mengirimi karya semata. Namun diperkaya dengan saling bercerita tentang karya yang sedang di garap, penerbitan bahkan kondisi daerah. 
Saya masih ingat awal Desember 2021 lalu di bawah pohon rindang halaman ASI Mbojo (Istana Kesultanan Bima) sambil menikmati es kelapa muda bertiga dengan Salahuddin Al Ayyubi. Kami mendiskusi tentang judul buku ketujuh ini. Dan akhirnya ketika terbit dan cetak benar-benar judul hasil diskusi itu yang naik menghiasi halaman sampul. 
So... InsyaAllah akhir bulan Februari 2022 ini kami akan lauching bareng buku ketujuh ini. Mohon do'a Kerabat semua, semoga lancar dan Allah SWT menganugerahkan kami dan kita semua kesempatan dan kesehatan untuk selalu memberi dan berbagi pada sekitar melalui karya selanjutnya. 

Rumah Merpati 22
05022022 19:28
#InspirasiWajahNegeri #MariBerbagiMakna #KitabPuisi #BindandSpeardLOVE
@inspirasiwajahnegeri
@eka_ilham_sang_pencerah 
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me