Langsung ke konten utama

[Jalan Perlawanan Para "Shifu" --- Testimoni Sunisa F]

☆ Jalan Perlawanan Para "Shifu" ☆
`
Saat pertama kali disodorkan cover buku ini, saya tertegun membaca judulnya.
"Melawan Dengan Damai"

Dalam benak saya menyeruak pertanyaan menggugat. "How can?? Bagaimana bisa?? Bukankah kata melawan dan kata damai adalah dua kata yang seharusnya berada pada kutub yang berbeda??! Apa yang biasa kita kenali adalah ketika kata melawan hadir maka kata damai harus mundur. Pun sebaliknya.   Karena melawan biasanya berarti menolak untuk damai."

Saya penasaran. Sangat.

Penulis buku ini sosok yang karib saya kenali. Dan saya tau Beliau seorang "deep thinker". Tulisan-tulisan Beliaupun sangat akrab dengan saya, baik itu tulisan di sosmed maupun di buku-buki yang diterbitkan. Dan tulisan-tulisan Beliau selalu punya ciri khas - berenergi, memotivasi, dan menggerakkan.

Tapi di buku yang satu ini seperti ada "gelombang" yang lebih besar dari biasanya yang berusaha Beliau titipkan.
"Gelombang perlawanan"

Ada salah satu judul tulisan dalam buku ini yang kemudian membuat saya bergumam "Ah, jadi ini..." lalu tertegun.
"Pena yang Tak Takluk oleh Corona"

Ya. Buku ini memang lahir di tengah pergulatan kehidupan yang luar biasa - ketika seluruh manusia di muka bumi berjuang untuk bertahan dari masivenya wabah pandemi global virus Corona (COVID 19) yang mengakibatkan nyaris seluruh sendi kehidupan "lumpuh"

Dan Beliau - seorang Iwan Wahyudi - menyerukan perlawanan untuk terus bergerak dan bangkit lewat "pena"
"Kita tidak boleh menyerah dan harus tetap bisa menuliskan sejarah yang layak untuk dikenang dari pertarungan besar ini"
Itulah segumpal pesan yang berusaha Beliau sampaikan.

Pesan penuh energi yang harus dipatri dalam diri.

Perlawanan tidak harus berupa pertarungan riuh yang rusuh. Dan kemenangan tak harus berupa peraihan piala dengan perayaan. Tapi lebih penting dari itu adalah perlawanan untuk tidak takluk pada keadaan dengan memperkuat energi positif dalam diri dan kemenangan kita maknai dengan rasa syukur atas setiap detak kehidupan yang kita lalui dengan kebaikan-kebaikan dan perbaikan.

Sungguh, buku ini ~~ adalah catatan jalan perlawanan yang ditempuh oleh para "Shifu"
`
📌 Kode : MOST RECOMENDED!!
`
✔ Note : Sebagian royalti buku ini didonasikan untuk kemanusiaan. Monggo yang berkenan, bisa lansung menghubungi akun penulisnya nggih.. 🙏😇

27112020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me