Langsung ke konten utama

[HIKMAH dalam Kacamata ULUL ALBAB]


Ibnu Katsir mengiktiraf dalam tafsirnya, ulul albab adalah para pemilik akal yang sempurna dan bersih, yang memahami hakikat sebagai hal secara nyata dan benar, yang mengambil sikap secara jelas dan terang, serta bertindak secara tepat dan bermanfaat. Mereka memiliki hati yang berdzikir dan berpikir, secara terus menerus lagi mendalam.

“ Allah menganugerahkan Al-Hikmah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa dikaruniai hikmah, dia benar-benar telah diberi kebaikan yang banyak. Dan hanya ulul albab yang dapat mengambil pelajaran”. ( QS. Al-Baqarah : 269)

Kegagalan yang ada ditengah-tengah mereka selalu ditempatkan pada timbangan apa yang salah pada dirinya sehingga sekitarnya mengalami keburukan, bukan selalu mencari kambing hitam untuk melepaskan diri dari sebab musabab. Kaca mata jiwanya selalu mengambil sudut pandang paling dalam “Adakah kemaksiatan sekecil apapun yang telah menggelincirkannya hingga tersandung dengan kegagalan?”

Kegagalan bagi mereka bukan sebuah alasan untuk pasrah dan tidak bangkit dari ketidak berhasilan dan merintis kembali jalan kesuksesan yang nyaris porak poranda. Mereka selalu mencari serpihan-serpihan hikmah yang terserak dan tak tampak dalam pandangan kebanyakan khalayak.

Dalam setiap apapun keputusan yang dalam benak manusia merugikannya, merempas kesenangan dunianya, menunda kebahagiaan yang sepantasnya telah digenggam dari elakan tanggungjawab, mereka menyulamnya dalam tenunan ketaqwaan pada-Nya. Penilaian manusia tentu tak sesempurna dan sebaik penilaian Sang Maha Pengatur Kehidupan.

Wajar jika Salim A Fillah dalam Lapis-lapis Keberkahan menjabarkan “ Hikmah itu membuat Ulul Albab memahami jalan kebenaran, arah keridhaan, langkah penuh bimbingan. Hikmah itu membantu mereka menata hubungan dengan Allah hingga  baik dan baik hubungannya dengan sesama. Hikmah itu menolong mereka memperbaiki apa-apa yang tersembunyi hingga Allah memperindah segala yang tampak dari pribadinya, hikmah itu menjadikan mereka memahami irisan-irisan makna, mengenali bertumpuk-tumpuk bahan yang menyusun amalnya dan merasakan lapis-lapis keberkahan.”

28072018 17.56 33 Bukit Permai
#IWAN Wahyudi
#MariBarbagiMakna
#InspirasiWajahNegeri
www.iwan-wahyudi.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me