Langsung ke konten utama

[MIMPI JALAN MEMULAI IMPIAN]

"Jika engkau percaya pada mimpi, cuma ada satu cara agar orang lain juga percaya, TULIS dan BUKTIKAN". (Iwan Wahyudi)

Kenapa harus menulis? Bukankah jika hanya menulis itu sama saja dengan menceritakan mimpi dan semua orang akan fasih berkisah tentang mimpinya, baik itu mimpi indah maupun mimpi buruk. Yang dibutuhkan mereka yang bisa mewujudkan mimpi-mimpinya. Baiklah, menulis mimpi itu ada dua manfaatnya. Pertama, ia sebagai pengingat dimana pun, bahwa kita punya mimpi yang harus diwujudkan. Biar ia tertanam dialam bawah sadar kita sekaligus. Kedua, jika mimpi itu belum terwujud sedang jatah usia telah habis. Ada orang yang dapat diwarisi tentang mimpi itu agar bisa terwujud.

Lalu apa urusan dengan di BUKTIKAN?. Mimpi terbaik adalah mimpi yang bisa kita bawa keluar dari waktu tidur. Jika mimpi adalah bunga tidur, maka saat ia terwujud akan menjadi bunga kehidupan. Dan mimpi terbaik adalah mimpi yang berwujud bukan sekedar dalam tidur, alam imajinasi dan fiksi semata.

Buku " Get Your Dreams with Allah" sebenarnya adalah mimpi seorang Mila Septian Haryati yang menceritakan bagaimana ia berkenalan dengan mimpi, menulis mimpi, jatuh bangun bersama mimpi hingga mimpi-mimpi itu menjadi impian-impiannya yang terwujud.

Keberaniannya menuliskan mimpi adalah ruh yang selalu menggerakkan langkahnya dari keterbatasan masa lalu, jejak gagal dan pengorbanan ikhtiar yang ditapaki dan cita-cita yang selalu memanggilnya meraih masa depan.

Buku yang kaya akan hikmah dari kisah perjalanan anak desa (Penulis buku Alumni SDN Inpres Tenga Woha, SMPN 1 Woha, SMAN 1 Woha Bima) mulai akan memasuki perguruan tinggi ( Prodi PPKn FKIP Universitas Mataram) hingga mengakhirinya dengan prestasi. Dan ia tuliskan sendiri hingga setiap emosi yang menyelimuti itu larut dalam pilihan aksara sederhana. Anak-anak milenials perlu membaca buku ini, agar mewujudkan alam dunia Maya ke realita dunia nyata.

18032019 19:13 Kamar 1A5
#IWANwahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#InspirasiWargaNegeri #reHATIwan
@iwanwahyudi1
www.iwan-wahyudi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me