Langsung ke konten utama

088 [KESEJAHTERAAN EMOSIONAL]

"Menulis adalah salah satu cara untuk menumbuhkan kesejahteraan emosional dalam diri. Mencurahkan perasaan membuat hati menjadi lebih tenang, lega, dan menelurkan sebuah karya membuat diri terasa lebih berarti." (Nana Yunita dalam "Kemilau Cahaya dalam Gulita" halaman 146) 

Akhir pekan ini saya memilih mengkhatamkan buku kisah nyata karya Mbak Nana Yunita yang tiba akhir bulan lalu. Perjuangan membersamai putra ketiganya Emran Sulaiman sepanjang tahun 2024 lalu dalam menghadapi kanker Retinoblastoma. 

Emran, 11 Maret lalu baru genap berusia tiga tahun. Tentu tidak semudah merawat remaja atau orang dewasa yang sudah lebih mengerti ini dan itu. Dan lebih dari 16 kali bolak-balik Lombok dan RS dr Soetomo Surabaya hanya berdua. Sebuah jarak yang melelahkan jika terjadi pada saya, proses yang bisa jadi hadir kebosanan yang manusiawi. Meninggalkan rutinitas dan hilang sejenak dari kehidupan biasanya. Waktu total tercurah menemani buah hati tercinta. Belum lagi rasa sedih yang kadang datang saat menatap anak sekecil itu harus melawan penyakit yang tak ringan.

Akhirnya selain menyerahkan segala urusan pada-Nya dan kian mendekatkan diri dalam beragam amal yang menenangkan jiwa. Membuat catatan perjalanan atau menuliskan cerita yang dialami dapat memberi dampak positif dan menumbuhkan kesejahteraan emosional. Pena dapat menjadi cara membayar produktivitas kehidupan normal yang ditinggalkan. Malah menjadi sebuah loncatan berkarya ditengah kesabaran dan ketabahan.

Kesejahteraan emosional bukan hanya bisa tumbuh subur pada ruang impian dan kotak nyaman, ia bisa didapati dengan menembus kerasnya batu apapun yang menghalangi tumbuhnya benih bila dilakukan dengan prasangka positif pada setiap takdirnya dan menghadirkan passion pada tiap tangga cobaan dari dari-Nya. 

Rumah Merpati 22, 15 Maret 2025
#MariBerbagiMakna #MemungutKataKata #reHATIwan #reHATIwanInspiring #IWANwahyudi
@rehatiwan @rehatiwaninspiring 
www.rehatiwan.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...