Belanda salah satu penjajah
Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti
mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih
berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api
perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu
benar-benar diproklamasikan.
Salah satu perang yang dicatat
sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah
Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun
1825 hingga 1830.
Penyebab dari perang Diponegoro
ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang
pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu
beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran
terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling
khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam
para leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.
Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785
dengan nama asli Raden Mas Mustahar. Sang kakek Sultan Hamengkubuwono II
kemudian menggantinya menjadi Raden Mas Ontowiryo. Dalam Perang Jawa Diponegoro menurut Peter
Carey sebagaimana ditulis Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah,
didukung oleh 108 kiai, 31 hadji, 15 syekh, 12 pegawai penghulu Yogyakarta dan
4 kiai guru tasawuf.
Dalam perang ini Belanda
mengalami kerugian cukup besar hingga mempengaruhi kondisi perekonomiannya,
termasuk harus menghentikan sementara Perang Padri di Sumatera yang dipimpin
Tuaku Imam Bonjol untuk memfokuskan pasukan membedung perlawanan sang pangeran
yang diangkat oleh rakyat dengan gelar Soeltan
Abdoel Hamid Eroetjakra Moekminin, Sjaijjidin Panatagama, Chalifah Rasoeloellah
ing Tanah Djawa tersebut.
Secara finansial Belanda dilanda
kerugian hingga sebesar 20 juta gulden, sebuah angka yang fantastis dan tidak
sedikit. Ini turut berpengaruh terhadap kemampuan logistik pasukan Belanda
menghadapi perlawanan di daerah lainnya karena krisis kas biaya perang.
Jika dikonversi 1 gulden setara
dengan harga 1 gram emas. Saat itu total pendapatan Pemerintahan Hindia Belanda
pertahun hanya 2 juta gulden. Maka perang Diponegoro menghabiskan 10 tahun APBN
Hindia Belanda dalam 5 tahun saja. Dahsyat sekali.
Selain finansial korban jiwa
di pihak Belanda menurut B.H.M Vleke dalam Nusantara A History Of Indonesia
menderita kerugian besar 15.000 serdadunya mati. Diantaranya 8.000 serdadu
kulit putih. Sedangkan 7.000 lainnya serdadu pribumi bantuan dari raja-raja
yang mendukung penjajah. Saat perang ini Belanda dipimpin Letnan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Hendrik Merkus de Kock.
Perang yang dimulai sejak 20 Juli
1825 tersebut berakhir dengan siasat licik Belanda mengajak berunding Pangeran
Diponegoro pada 28 Maret 1830 kemudian menangkapnya. Diponegoro diasingkan ke
Manado kemudian ke Makassar, tepatnya di
tahan di Benteng Fort Rotterdam hingga wafat pada pukul 06.30 pagi pada tanggal
8 Januari 1885, 170 tahun silam.
Melalui Keputusan Presiden Nomor
87/TK/1973 tanggal 6 November 1973, Pangeran yang merupakan putra sulung dari
Sultan Hamengkubuwono III, raja ketiga di Kesultanan Yogyakarta tersebut
dianugerahi gelar sebagai Pahlwan Nasional.
Rumah Merpati 22, 12 Januari 2025. 14:04
#MariBerbagiMakna
#30HariBercerita #30HBC2513 #reHATIwan #reHATIwanInspiring
#InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi @30haribercerita @rehatiwan
@inspirasiwajahnegeri @rehatiwaninspiring
www.rehatiwan.blogspot.com
Referensi
:
https://id.wikipedia.org/wiki/Diponegoro
diakses 12 Januari 2025
https://www.kompas.com/stori/read/2024/09/12/213000079/dampak-perang-diponegoro-bagi-belanda diakses 11 Januari 2025
https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/ragam-dampak-perang-diponegoro-yang-penting-untuk-dipelajari-21CRwkAFOu1 diakses
11 Desember 2025
Ahmad Mansur Suryanegara , 2009. Api Sejarah Jilid 2. Salamadani Pustaka
Semesta. Bandung
Salim A Fillah, 2022. Kisah-Kisah Pahlawan Nusantara. Pro-U Media. Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar