Langsung ke konten utama

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara.

Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita.

Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul dan pernah hidup bersamanya sehingga memiliki keimanan yang tinggi, kita kan sekarang sangat jauh dengan masa Rasul sehingga wajar-wajar dikit kalau nyerempet “.

Kisah berikut mungkin lebih menyadarkan kita bahwa Keteladan dan perintah agama berlaku untuk semua ummat pada waktu dan tempat bagaimanapun kecuali pada hal-hal khusus, karena ini menimpa pada sosok manusia biasa seperti kita yang bukan Ulama atau bahkan sahabat Rasul.

Imam Ahmad pernah bercerita suatu ketika pernah didatangi seorang wanita yang bertanya “ Kami sedang mengobrol di lantai atas, lalu lampu penjaga melewati kami dan sinar lampu yang dibawanya mengenai kami yang sedang berbicara. Bagaimana Hukumnya Apakah dibolehkan berbicara dengan keluarga dan diterangi sinar lampu penjaga malam itu wahai syaikh ?”

Saudaraku, begitu hati-hatinya mereka menjaga diri dengan hal-hal yang kecil bahkan mungkin hal itu luput dari diri kita. Mereka khawatir karena hal yang kecil, sepele dan seberapa tersebut akan merusak dan menghancurkan masa depan dan urusan besar mereka di akhirat kelak.

Kita bisa menatap lekat terhadap kondisi bangsa kita. Betapa fasilitas Negara dan kewenangan yang diberikan Negara pada para pejabat di selewengkan dengan tanpa rasa malu dan menjadi kompetisi perlombaan korupsi.

Simak berita online www.kompas.com 31 Oktober 2012, Hasil pemeriksaan BPK atas kasus Proyek pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor Jawa Barat mencapai Rp. 243,66 miliar. Yang menjadi tersangka bukan orang biasa tapi Menteri dan Sekretaris Menteri Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI sekaligus.

Atau kasus lama yang menghangat sejak tahun 2010 dan masih belum berujung sampai saat ini. www.kompasiana.com 6 Februari 2012, memberitakan Kerugian Negara akibat bailout Bank Century mencapai Rp. 6,7 triliun.

Angka dari kasus diatas saja begitu fantastis belum ditambah perlombaan merampas uang Negara lainnya.
Disisi lain ruang bangsa ini, penegakan hukum atas rakyat kecil begitu cepat dan tak pandang bulu padahal yang mereka curi tidak seberapa hanya puluhan ribu rupiah atau beberapa butir buah coklat, bukan berarti kita mentolerir penyelewengan dengan skala kecil.

Saudaraku, apakah kita saat ini sudah berada pada kondisi yang dikhawatikan oleh Rasulullah SAW seperti tertera dalam sabdanya, “Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa disebabkan mereka tidak menerapkan hukum hudud apabila pencurinya dari kalangan elit. Sebaliknya, jika pencurinya orang-orang lemah akan dikenakan hudud” (HR. Bukhari Muslim).

Hudud secara syar’I adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan menghapus dosa pelakunya.

Saudaraku, dari kedua kisah cahaya lampu diawal tulisan ini kita dapat belajar banyak hal. Semoga menjadi cahaya yang menembus lembutnya hati kita yang tak terbuat dari besi dan baja.
Wallahu’alam.

Cordova Street
Jum’at, 28 Desember 2012
IWAN Wahyudi

http://daeiwanwahyudi.blogspot.com/2012/12/dari-cahaya-lampu-kita-belajar-menjaga.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...