Salah satu yang diingat masa sekolah dulu saat Ramadan adalah buku agenda Ramadan. Baik buku yang dibeli atau buat sendiri menggunakan buku tulis. Di sana terdapat lembaran ibadah Ramadan, ceramah dan kultum usai shalat yang juga mencantumkan nama penceramah plus wajib dibubuhi tanda tangan. Antri berebut tandatangan ini juga punya sensasi tersendiri.
Di usia yang sudah dewasa dan tak ada lagi evaluasi macam itu, tentu perlu ruang introspeksi diri dan mendokumentasikan kisah-kisah Ramadan. Yang kian kesini makin seru, makin kesini kian banyak pembelajaran hidup yang dihadapi, lalui dan dapati.
Ramadan dengan segala kemuliaannya saja ide dan energi tulisan yang tak pernah habis walau diulang terus setiap tahunnya. Belum lagi bagaimana berinteraksi dengan Ramadan, sebuah tema yang selalu menemui hal baru setiap tahunnya.
Menulis Ramadan, sebuah cara berbagi sederhana bila tak mampu berbagi harta. Menggores pena Ramadan, sebuah cara mudah menceritakan dan mengajak pada kebaikan bila belum sanggup berceramah di atas mimbar. Menulis Ramadan, langkah kecil mengabadikan diri bersama Ramadan. Bukan hanya sekedar jadi kenangan, tapi berbagi nilai, memberi makna dan mewariskan indahnya berRamadan cara kita sendiri dalam jagad media sosial.
Paket data dibeli dari uang rejeki dari-Nya, HP android dan media canggih lainnya juga karunia dari-Nya. Pikiran, jiwa, rasa, jari yang mengetik juga nikmat dari-Nya. Saatnya menggunakan itu semua sesuai dengan fitrahnya, apalagi jika bukan sesuai dengan perintah-Nya. Menulis Ramadan, bersyukur atas nikmat Ramadan dari-Nya.
Terima kasih @sobatnulis.id yang menjadi teman salim berbagi cerita Ramadan.
Rumah Merpati 22, 1 Maret 2025
#jelajahramadan #jelajahramadhan #MariBerbagiMakna #MemungutKataKata #InspirasiWajahNegeri #reHATIwanInspiring #IWANwahyudi #rehatiwan
@rehatiwaninspiring @rehatiwan
www.rehatiwan.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar