Langsung ke konten utama

[SANG JENDERAL “GILA” BUKU]

 


Pada saat operasi militer pertamanya ke Timor Timur (sekarang negara Republik Demokratik Timor-Leste), Letjen (Pur) Yunus Yosfiah yang saat itu masih berpangkat Kolonel menjadi Komandan. Ia dibuat kaget dengan salah seorang perwira berpangkat Mayor yang menjadi pasukannya membawa ranselnya sendiri yang cukup besar dibandingkan teman-teman lain. Untuk menjawab kekagetannya ia bertanya, “Ransel kamu kok besar sekali?”. Anak buahnya menjawab diluar dugaan tentang isinya, “Bahan bacaan, Pak”. Dalam benak Yunus Yosfiah paling majalah atau buku hiburan sebagaimana layaknya dibaca oleh para pemuda seusia perwiranya itu. Akhirnya ia membuka ransel tersebut untuk memastikan dugaannya. Isinya malah membuatnya kian geleng kepala. Belasan majalah ekonomi. Dalam hati Yunus Yosfiah berkata, “Gila datang ke daerah operasi bawa majalah ekonomi.”

Kisah diatas dituturkan sang Jenderal yang pernah menjadi Menteri Penerangan RI itu dalam podcast chanel Forum Keadilan TV yang tayang pada 20 Oktober 2024. Bertepatan dengan dilantiknya perwira berransel besar yang pernah menjadi anak buahnya sebagai Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto.

Dalam sebuah tayangan Narasi TV, dimana Najwa Shihab berkunjung ke kediaman Prabowo Subianto di Padepokan Garudayaksa, Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Terlihat salah satu sisi bagunan dua lantai yang menjadi tempat favorit dan ruang kerja tuan rumah. Ruangan yang penuh dengan rak buku mirip yang saya lihat pada kediaman Presiden ke-3 RI BJ Habibie. Ruangan yang merupakan perpustakaan pribadi kedua putra terbaik Indonesia tersebut.

Prabowo memang sudah hobi membaca sejak kecil. ia bahkan tahan berjam-jam sekaligus untuk melahap sebuah buku. Bahkan ke toiletpun membawa buku. “Saya hobi baca. Kalau saya nggak baca buku saya nervous”. Dengan buku ia merasa dapat berkeliling dunia, “Dengan buku saya bisa pergi kemanapun di dunia, saya bisa belajar dari pengalaman manusia selama ratusan tahun”.

Keluargalah yang menjadikan membaca sebagai sebuah kebiasaan. Sang ayah adalah seorang Guru Besar Ekonomi dan politisi Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo. Pada masa Orde Lama maupun Orde Baru pernah dipercaya  menjadi Menteri Perdagangan dan Industri maupun Menteri Keuangan. "Ayah saya ialah seorang profesor di universitas, dan buku itu bagi kami (keluarga). Khususnya saya merupakan suatu sarana rekreasi, hiburan, dan pembelajaran." Ungkap Prabowo.

Mantan Danjen Kopassus dan Menteri Pertahanan RI ini punya kebiasan memburu buku jika berpergian ke luar negeri. Ia tak jarang membawa satu koper kosong ekstra yang ketika pulang sudah berisi penuh buku. Hal itu karena dirinya ingin mengejar ketertinggalan atau balas dendam lantaran dimasa kecil tak mampu membeli banyak buku.

Tak mengherankan jika berpidato atau wawancara dalam berbagai hal Prabowo dapat dengan tenang menghadapi dan menjawabnya. Membacalah yang menjadikannya kaya wawasan dan mengetahui banyak hal. Benarlah bila isi pikiran seseorang sangat dipengaruhi dengan apa yang dibacanya. Semakin banyak yang dibaca, kian luas pula wawasannya. Bila yang dibaca berbobot dan baik, maka yang keluar dari pembicaraan dan tulisannya juga makin berkualitas.

Melihat kebiasaan dan bagaimana membaca menjadi salah satu pembentuk karakter dalam diri sosok yang pernah menjadi Pangkostrad ini, alangkah baiknya hal itu ditularkan pada lebih banyak lagi anak bangsa dalam bentuk kebijakan, apalagi posisi beliau sekarang sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Pertama, Menyediakan buku dan bacaan yang berkualitas untuk semua jenjang pendidikan. Tentu dengan distribusi yang merata untuk seluruh wilayah Indonesia. Jangan sampai ada lagi buku sangat “banjir” di Pulau Jawa dan Indonesia Barat, sedang di wilayah timur “kering kemarau” berkepanjangan hingga buku menjadi barang langka bahkan di perpustakaan milik pemerintah dan sekolah sekalipun.

Kedua, Membedahi perpustakaan sekolah dan pemerintah hingga menjadi tempat yang nyaman dan ruang favorit agar para pembaca betah berlama-lama bercengkrama bersama buku. Terutama lagi berisi koleksi yang kekinian atau ter-update, tidak cuma disugguhi buku-buku berpuluh tahun lalu yang telah usang.

Ketiga, Memberikan perhatian pada perustakaan-perpustakaan masyarakat (Taman Bacaan Masyarakat) yang selama ini dengan mandiri dan tertatih masih bisa berdiri tanpa sokongan bantuan dari pemerintah. Mereka lahir, berdiri dan tumbuh kadang “stunting” hingga ada yang harus berguguran dengan sendirinya.

Keempat, Mengapresiasi pada para penulis, terutama penulis pemula. Tak mungkin ada buku, bila sosok penulisnya tak ada. Memerlukan waktu untuk menulis dan melahirkan seorang penulis. Bila tunas baru yang tumbuh tidak dirawat dengan perhatian, maka jangan berharap akan berbuah sesuai saat panen. Para penulis pemula kebanyakan menyisihkan sebagian dari uang sakunya. Yang kadang harus lebih menghemat lagi keuangan yang benar-benar berada pada kondisi jauh dari cukup.

                Selemat mengembang amanah rakyat sebagai Presiden Indonesia Jenderal “Gila” buku. Izinkan kami juga merasakan nikmatnya menggilai buku-buku demi masa depan dan kejayaan Indonesia yang sama-sama kita cintai dihadapan bangsa-bangsa di dunia.

Merpati 22, 21 Oktober 2024

Iwan Wahyudi

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me