Langsung ke konten utama

[SALAM PAGI 163 : PAKSA SAMPAI TERBIASA]

 


Assalamu'alaikum Pagi

“Kebaikan itu kadang perlu dipaksakan agar menjadi kebiasaan yang membiasakan.”

Jiwa tak mudah awalnya melakukan sesuatu dengan sukarela. Kecuali memiliki alasan dan motivasi yang kuat atau ditempa dengan pembinaan dan pelatihan, melalui pembiasaan.

Coba bandingkan saat bangun pagi saat dulu masa kanak-kanak dengan bangun pagi dimana diri ini telah dewasa pada titik ini. Dulu bisa jadi harus dibangunkan oleh orang tua atau bermalasan hingga bangun kesiangan. Sekarang tanpa dibangunkan, pasti bangun lebih pagi dibanding saat kecil dulu itu. Seakan tubuh juga otomatis memiliki alarm tersendiri turut membangunkan efek dari pembiasaan dalam jangka waktu tertentu tersebut.

Memaksa diri hingga menjadi terbiasa ini akan membentuk pribadi setiap orang. Jika ada sesuatu kebiasaan yang tak dilakukan, seakan ada yang kurang bahkan terasa kehilangan. Awalnya berat, lalu menjadi ketagihan yang positif. Begitu pula dengan tabiat mereka yang telah terbiasa berbuat keburukan. Hingga kemudian hilang rasa bahwa keburukan itu sesuatu yang jelek, namun asyik tanpa bersalah untuk berulang dilakukan, mati rasa. Dan mendidik orang lain dengan keteladaan yang telah mendarah daging menjadi kebiasaan itu jauh lebih mengena dan memiliki daya magnet untuk diterima hati kemudian diikuti oleh orang lain.

Abdullah bin Mubarak ra mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang shalih terdahulu melakukan kebaikan secara spontanitas dan tidak disegaja. Sedangkan kebiasaan kita sekarang melakukan kebaikan dengan paksaan. Karenanya kita harus memaksa jiwa untuk melakukan kebaikan. (Mukhtasar Minhaj Al Qashidin, 461)

Ayo memaksa diri dengan kebaikan, agar ia menjadi kebiasaan dan hal spontan dalam kehidupan dimulai dari pagi ini.

 

#AssalamualaikumPagi #InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
@rehatiwan @inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1 @rehatiwaninspiring
www.rehatiwan.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me