Langsung ke konten utama

68 [SEHANGAT SECANGKIR KOPI] 05/30

 


Kenapa para penikmat kopi (bukan peminum kopi ya) tidak menyeruput gelasnya hingga tetes terakhir pada lima menit pertama? Karena mereka tau menyeruput kopi beda dengan minum air putih atau air es saat dahaga.

Menyeruput kopi memang paling enak ketika agak panas atau setidaknya hangat. Dari panas hingga hangat kuku ada rentang waktu, disitu nikmatnya kopi dirasakan. Saat telah hilang hangatnya, kopi tetap saja nikmat dicicip. Seakan hangatnya masih terbawa hingga sruput terakhir.

Begitu juga kehangatan saat berjumpa dengan sesiapa yang memiliki kesamaan dengan kita. Tak perlu 100% kesamaannya. Anak kembar indentik saja masih tetap memiliki sesuatu pembeda. Satu atau dua titik temu yang harus kita bangun untuk menghilangkan 1000 perbedaan sudah cukup untuk mencicipi kehangatan hubungan.

Perbedaan ideologi, asal daerah, strata sosial, jenjang pendidikan, usia, banyak asam garam pengalaman, pilihan politik dan ratusan lagi alasan penyekat pasti ada. Dan selalu menggelayuti dan dihembuskan agar membuat dingin dan hambar interaksi.

Buya Hamka, ulama yang dipenjara oleh sahabatnya sendiri Soekarno. Tetap menerima hangat wasiat sang bung besar agar ketika meninggal Hamka yang mengimami shalat jenazahnya. Berdebatan keras dan panas di konstituante antara M.Natsir Ketua Partai Masyumi dan Aidit ketua PKI, tak meledak dan menghancurkan hubungan keduanya diluar parlemen. Keduanya dengan hangat saling menanyakan kabar keluarga masing-masing dirumah saat jeda sidang.

Hal receh dan sederhana dewasa ini, selalu dijadikan alasan bertolak punggung satu dengan lainnya. Bukankah sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan, heroisme mempertahankan kedaulatan, hingga jalan panjang berdirinya NKRI ini, bahkan proses berdirinya nusantara berabad-abad sebelumnya bermula dari kehangatan yang menjiwai saling memahami dan mengisi satu dengan lainnya.

Jika belum bisa menyala, cukup saling menghangatkan.

Terimakasih traktiran kopinya bang Noval Palandi . Maaf mada salip duluan jumpa buku ini mbak Yuliana Setia Rahayu 

05062024

#Gerimis30Hari #Gerimis_Juni24_05 #Gerimis_Juni24_Hangat #MariBerbagiMakna #reHATIwan #InspirasiWajahnegeri #IWANwahyudi @gerimis30hari @rehatiwan @Inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me