“Semua butuh koma. Untuk menghela nafas sesaat, memastikan makna, menoleh keberlaluan, juga menyiapkan keberlanjutan .”
Pekan lalu dan pekan ini para siswa bersuka cita. Habis ujian semester terbitlah libur sekolah, yang sebelumnya ditandai pembagian Raport sebagai jejak torehan belajar selama 6 bulan terakhir. Walau ada yang lebih duluan libur dan nanti setelah masuk baru dibagikan raport tidak mengurai penasaran para siswa. Karena pasti semua nilai minimal 7, tidak seperti jaman dulu dag dig dug takut ada angka merah nilai 5 kebawah. Sekarang cuma deg-degan perebutan siapa rangking/juara 1, 2 dan 3 aja. Pembagian Raport cuma koma, jeda sesaat mengevaluasi hasil belajar untuk masuk pada semester berikutnya.
Jika pada orang yang mengaji (membaca Al-Qur'an) ibarat berhenti sejenak mengambil nafas untuk melanjutkan bacaan berikutnya. Mengambil nafas ditengah membaca selain tidak dibenarkan, khawatir nanti keselek salah nafas.
Bila pada membaca buku atau teks ibarat tanda koma. Tempat memenggal kalimat agar tepat maknanya. Jika keliru akan menimbulkan perbedaan maksud dan pesan dari kalimat yang disampaikan. Untuk kemudian melanjutkan bacaan atau tulisan.
Pada organisasi atau kehidupan sosial biasa kita rasakan dalam bentuk rapat evaluasi atau pertanggungjawaban. Menilai capaian selama rentang waktu yang telah berlalu apakah sesuai dengan perencanaan diawal. Keberlaluan cukup menjadi kaca spion bercermin sejenak, bukan belenggu untuk gagal move on.
Jeda bukan titik berhenti total. Cuma tumpuan untuk melanjutkan bahkan meloncat mencapai keberlanjutan dari deretan rute perjalanan panjang kehidupan.
Jeda yang terlalu lama bukan lagi menjadi koma, tapi akan fatal berkelanjutan seperti stroke bahkan out. Tapi tempatkan koma hanya sebagai ruang jeda, menghela nafas, menoleh sejenak dan menatap kedepan.
Komentar
Posting Komentar