Langsung ke konten utama

[KAMMI DAN LITERASI GERAKAN]

 


Kampus merupakan tempat berkumpulnya banyak orang dari berbagai latar belakang. Disana pula titik beragam aliran pemikiran dan organisasi juga mengepakan sayapnya untuk merekrut para mahasiswa untuk menjadi anggotanya. Seperti muara yang mempertemukan energi muda dengan beragam gerakan yang dapat membuatnya berlabuh menuju peran dan tujuan yang diharapkan.

Kisah Sebuah Pin

Semester satu, tepatnya bulan Desember saya ikut rekrutmen pengkaderan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Daurah Marhalah 1 atau DM1 namanya. Awal-awal masuk kuliah, sebelum masuk organisasi itu tentunya. Senior saya di fakultas Bang Bayu Sasongko memberikan pin KAMMI.

Masa itu atribut atau asesoris organisasi : pin, gantungan kunci, stiker, kaos masih sulit di dapat. Paling cuma jaket, itupun harga agak mahal dan setahun sekali dipesan bersama. Maklum jaman itu spanduk saja hurufnya masih harus digunting pakai kertas dan ditempel dengan lem pada bentangan kain. Usia KAMMI juga baru seperti batita (bayi tiga tahun).

Sebelumnya, waktu kelas 3 SMU (SMA sekarang) saat pesantren kilat bulan Syawal, saya sudah berjumpa dan kenalan dengan mahasiswa Universitas Mataram) Unram yang juga aktivis KAMMI, abangda Darwis Yusra Darwis Yusra dan Agus Sukrisman. Mereka menjadi panitia pesantren kilat se-Kabupaten Bima (saat itu belum ada pemekaran kota Bima) yang dilaksanakan oleh mahasiswa Bima yang kuliah di Bogor dan Mataram.

Dan Pin KAMMI itu sejak pindah tuan ditangan saya, terus saya sematkan kemana-mana saat ke kampus. Jika tidak dibaju, saya pasang ditopi. Di bilang norak, bodo amat. Tapi malahan kebanyakan yang tanya dan penasaran, KAMMI itu apa? Maklum anak semester satu jadi "buruan" organisasi intra maupun ekstra kampus ditambah organisasi paguyuban daerah untuk dijadikan anggota baru.

Muktamar Keempat

Kemudian setelah sah menjadi anggota KAMMI saya berproses didalamnya dengan segala perangkat pengkaderan yang tersedia sebagaimana organisasi lainnya. Hingga menuntaskan pengkaderan tertinggi Anggota Biasa 3 (AB3) selesai lulus DM3 di Mataram.

Ketika mendapat undangan pembukaan Muktamar XIII di Mataram 21 Mei 2024 malam, berarti ini Muktamar keempat yang saya hadiri. Tiga Muktamar normal dan satu Muktamar Luar Biasa. Dan jelas serta sah semuanya konstitusional.

1. Muktamar V Palembang, 12-17 September 2006

2. Muktamar VI Makassar, 3-9 November 2008

3. Muktamar Luar Biasa, Jakarta 2009

4. Muktamar XIII, Mataram 21-26 Mei 2024

Muktamar forum tertinggi dalam hirarki organisasi KAMMI. Bukan hanya memilih ketua atau formatur saja, itu terlalu sederhana dan "receh".

Pertama, Ini ajang refleksi diri tertinggi secara organisasi, tentang perjalanan selama ini secara khusus dua tahun terakhir periode kepenguruasan. Pisau bedahnya apa-apa yang diputuskan pada Muktamar sebelumnya. Berjalan sesuai amanah muktamar, kurang tercapai atau ada bonus lebihnya.

Kedua, mampu membaca peran kedepan dan diputuskan dalam ketetapan Muktamar. Termasuk siapa ketua atau formatur yang bisa memfirasati dan eksekusi dalam gerakan nyata. Karena sejatinya arah organisasi KAMMI kedepan bukan ditentukan oleh pengurus pusat atau program kerja yang diputuskan, tapi apa hasil amanah muktamar yang dihadiri oleh perwakilan pengurus daerah KAMMI se Indonesia.

Saya juga tidak membayangkan jika NTB akhirnya benar-benar menjadi tuan rumah Muktamar XIII KAMMI.  Jujur ini sangat mengharu biru. Walaupun NTB pernah sukses menyelenggarakan kegiatan lain level nasional KAMMI , tapi muktamar capaian yang beda dan luar biasa. Setiap generasi disediakan pentas amal, tinggal mereka memantaskan diri mencatatkan sejarahnya.

Literasi Menjiwai KAMMI

Geliat literasi sejak masa pergerakan kemerdekaan sangat lekat pada diri kaum pemuda pelajar. Tak terhenti hingga saat itu, hampir dalam setiap panggung pergerakan negeri ini disesaki oleh pemuda yang tak hanya bergerak fisik semata juga pemikiran melalui tulisan.

KAMMI sebagai organisasi mahasiswa yang lahir dari rahim reformasi pada tanggal 29 Maret 1998 mewarisi tradisi literasi itu. Literasi bahkan menjiwai KAMMI karena terdapat dalam nilai-nilai dan perangkat-perangkat yang menjadi filosofi gerakan KAMMI.

Strategisnya literasi dalam membangun gerakan membuat KAMMI menempatkannya dalam posisi yang melekat pada relung gerakannya seperti : Paradigma gerakan KAMMI, Posisi KAMMI dan Media Massa pada GBHO, Mars KAMMI pertama, Karakter dan Citra Kader KAMMI dan Manhaj Tugas Baca (Mantuba) kader KAMMI pada semua jenjang keanggotaan.

PARADIGMA GERAKAN KAMMI

Paradigma Gerakan KAMMI adalah cara pandang menyeluruh (holistik) KAMMI terhadap dirinya sendiri dan cara mendefinisikan perannya di dalam realitas kebangsaan dan peradaban. Paradigma Gerakan KAMMI membentuk konstruksi gerakan dan menderivasikannya dalam program dan agenda gerakan.

Dalam Filosofi Gerakan KAMMI terdapat empat Paradigma Gerakan KAMMI yaitu : Gerakan Dakwah Tauhid, Gerakan Intelektual Profetik , Gerakan Sosial Independen  dan  Gerakan Politik Ekstraparlementer. Dan yang sangat bersentuhan dan beririsan dengan literasi gerakan adalah KAMMI sebagai intelektual profetik.

Dalam paradigma KAMMI adalah Gerakan Intelektual Profetik memuat tiga hal :

  1. Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal.
  2. Gerakan Intelektual Profetik merupakan gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal.
  3. Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik.

Kata intelektual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti cerdas, berakal, dan berpikir jernih berdasarkan pada ilmu pengetahuan. Kata intelektual juga berkonotasi untuk menyebut kaum terpelajar yang memiliki kecerdasan yang tinggi atau lebih sering kita sebut cendikiawan.

Konsep Intelektual, Allah Swt. jelaskan melalui konsep Ulil Albab. Istilah ini Allah Swt. abadikan dalam firmannya,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

(QS. Ali Imron: 190-191)

Dalam konsep yang Allah Swt gambarkan di atas, kata-kata “orang-orang yang berakal” diidentikan dengan kata intelek. Namun konsep intelektual menurut muslim tidak selesai sampai disitu. Allah Swt kemudian menyambungkan kata berakal tadi dengan kata-kata “orang-orang yang mengingat Allah”. Artinya jelas dalam konsep ini ada kesinambungan antara kemampuan berfikir membangun teori ilmiah dari realitas alam yang empiris dan juga sekaligus mempertajam analisanya dengan mengasah hati dan rasa melalui berdzikir.

Dalam arti yang lain jelas bahwa kerja intelektual bukan hanya berpikir karena harus ada sesuatu yang akhirnya mengontrol dinamisasi logika manusia, dan sesuatu itu adalah ruh keimanan (agama). Albert Einstein pun menyadari hal itu hingga akhirnya kita kenal dengan ungkapannya yang cukup terkenal “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”

Pada dimensi ini KAMMI hadir untuk menjawab tantangan Allah tentang hadirnya intelektual muslim. KAMMI hadir sebagai “Gerakan yang meletakkan keimananan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akalgerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu”. Dalam pandangan ini ketika seseorang intelektual meletakkan keimanan (Tauhid) sebagai landasannya, maka ia menjadikan penelusuran sumber-sumber ilmu pengetahuan akan berbasiskan kepada sumber-sumber wahyu yang diyakini kebenarannya.

Yang patut disadari oleh para intelektual muslim adalah seorang intelektual memiliki tanggung jawab sosial untuk merasakan permasalahan masyarakat, melihat langsung bagaimana masyarakat menderita dan kemudian berupaya merumuskan bagaimana solusi konkret atas permasalahan sosial tersebut. Menarik untuk mencermati pandangan Ali Syariati mengenai konsepsi intelektual, Syariati menyebutnya dengan istilah raushanfikr, yaitu orang-orang yang resah akan penderitaan umat serta melakukan kerja-kerja dan kontribusi riil untuk perbaikan ummat.

Artinya ada misi yang sebenarnya harus diselesaikan oleh para intelektual muslim sebagai mana Rasulullah saw, walaupun beliau telah mi’raj, beliau masih mau turun untuk memikirkan umatnya, memikirkan kebobrokan umatnya, melakukan revolusi dalam realitas kemanusian, menjadikan izzah sebuah bangsa (umat) dengan menjadikan Islam sebagai pisau bedah permasalahan-permasalahan sebuah bangsa.

Sebuah kesadaran  dan misi profetik (kenabian) inilah yang harus dilanjutkan hingga hari ini, dan pada dimensi inilah KAMMI hadir untuk mencoba melanjutkan peranan-peranan sosial para nabi, dan karena itulah kata intelektual harus bersanding dengan kata profetik.

Sebagai pewaris para nabi, intelektual profetik memiliki tanggung jawab untuk menjalankan peran-peran keummatan, terlibat langsung dalam berbagai aspek kehidupan dan meujudkannya dalam sebuah teorisasi sosial yang dapat digunakan sebagai rumusan dari penyelesaian masalah ummat.

KAMMI harus menjadi “Gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal”. Seorang intelektual profetik harus mencoba membangun pandangan hidup Islam baik ketika dia melihat realitas, mempertanyakan, memikirkan, merumuskan masalah, menawarkan solusi dan seluruh aktivitas lainnya ditataran masyarakat.

Generasi Intelektual Profetik mencoba menjadikan Islam sebagai pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab konsep keesaan Tuhan itu adalah pernyataan moral yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupan secara menyeluruh.

Setelah kita memposisikan antara akal dan wahyu hingga akhirnya tidak ada lagi antara keduanya, kemudian kita juga telah mempertegas apa misi dari intelektual profetik itu sendiri, lalu apa peran nyata dari intelektual profetik itu sendiri?. Dan pada dimensi inilah KAMMI menjawab tantangan itu bahwa KAMMI adalah “Gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik.”

Dengan sebuah tindakan nyata, intelektual profetik telah menentukan secara tegas apakah identitasnya? Siapakah dia? Untuk apakah dia lahir dan hadir di tengah masyarakat? Dimanakah posisi dan keberpihakannya? Dan pertanyaan filosofis, akan kemanakah dia kan berpulang? Rangkaian pertanyaan ini yang menjadi sebuah rangkaian-rangkaian kesadaran yang menaungi seorang intelektual profetik.

Dengan sebuah kesadaran penuh intelektual profetik akan menyadari dia adalah seseorang yang menjadi pewaris para nabi, bukan pada titik menerima wahyu tetapi dalam posisi menjalankan peran-peran sosial para nabi, melakukan pembelaan terhadap ummat, rakyat dan masyarakat. Intelektual profetik harus memiliki fungsi organik yaitu hadir di tengah masyarakat untuk menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat, dia adalah hakikat dari masyarakat itu sendiri, dia merasakan apa yang masyarakat rasakan, dia merasakan bagaimana rasanya dipinggirkan, ditindas, diacuhkan, dipermainkan tetapi dia berpikir seharusnya ada perlawanan ketika yang lain tidak berani akan itu, seharusnya ada perubahan ketika yang lain pasrah.

Posisi keberpihakannya jelas, dia akan berpihak pada ummat dan nasibnya, rakyat dan penderitaannya dan masyarakat beserta harapannya. Dan terakhir, seorang intelektual profetik akan menyadari seluruh tindakannya akan dimintai pertaggungjawaban oleh Allah SWT kelak, dimana setiap kata akan dihitung di setiap hurufnya, setiap perbuatan akan dihitung di setiap geraknya dan setiap keputusan akan ditanyai tentang alasan dan niatannya. Sebuah karakter pewaris para nabi yang dibutuhkan untuk bergulat dengan zaman ini.

Kaum cendekiawan dan intelektual profetik tak lepas dari laku literasi, baik saat mendasari sebuah hal, mencermati dan meneliti fenomena yang terjadi hingga merumuskan teori-teori temuannya yang berguna bagi masyarakat tanpa kehilangan nalar akal dan nalar wahyu.

POSISI KAMMI DAN MEDIA MASSA

Dalam GBHO salah satunya memuat posisi KAMMI terhadap media massa, “Terhadap media massa yang konstruktif, KAMMI akan memerankan diri sebagai partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih baik. Sedangkan terhadap media yang destruktif, KAMMI akan menjalankan komunikasi yang efektif guna merubah orientasi dan dampak negatif peran mereka.

Media massa sebagai salah satu karya literasi harus mencerdaskan, mencerahkan dan menempatkan manusia sesuai dengan fitrahnya. Sebagai salah satu pilar demokrasi ia tak boleh dintervensi atau terinviltrasi oleh kekuatan apapun yang bisa merusak kemanusiaan, keadilan dan kebangsaan.

Artinya kader KAMMI harus melek media. Memperkaya wawasan tentang wacana berita dan menimbangnya dalam neraca kebenaran dan keberpihakan pada ummat . Berani melurus jika ada wacana destruktif yang dibangun oleh media. Bahkan dalam era keterbukaan dan media sosial saat ini KAMMI dapat berperan sebagai opinian leader.  

Untuk membekali itu semua dalam pedoman kaderisasi KAMMI, kader KAMMI harus mengikuti pelatihan Jurnalistik dan Pelatihan Kehumasan.

MARS KAMMI

Mars merupakan salah satu identitas organisasi yang biasanya dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Indonesia Raya pada suatu pertemuan. Mars menjadi ciri khas yang menggambarkan lembaga, organisasi dan kelompok tertentu. Ia sering dijadikan ikon dan cara untuk menyatukan dan membangkitkan semangat para anggota yang terlibat dalam kelompok tersebut.

Dalam perjalanan KAMMI ada dua mars KAMMI yang pernah ditetapkan. Mars yang menggema sekarang berjudul “KAMMI jalan Berjuan” karya cipta : Maukuf, S.Spd yang ditetapkan pada Muktamar VII KAMMI di Banda Aceh, 13-17 Maret 2011 dan dinyanyikan perdana pada penutupan Muktamar di Asrama Haji Banda Aceh 17 Maret 2011.

Sebelum Muktamar tahun 2011 itu, Mars KAMMI yang berkumandang dan memenuhi langit jalanan ketika aksi demonstrasi adalah lagu/nasyid berjudul “Tekad”  yang dipopulerkan oleh group nasyid Izzatul Islam. Ada salah satu liriknya yang berbunyi demikian :

Kami adalah mata pena yang tajam

Yang siap menuliskan kebenaran

Tanpa ragu ungkapkan keadilan

Lirik ini sangat tegas dan kuat mengisyaratkan pada kader KAMMI agar menjadikan literasi sebagai salah satu jiwa gerakannya.  Kader bukan hanya paham literasi dalam ruang teori dan perdebatan semata, namun menjadi pelaku dan aktor didalamnya, menjadi ruh dalam menyerukan kebenaran dan berdialektika intelektual.

CITRA KADER KAMMI

Organisasi akan membentuk para anggotanya menjadi kader yang memiliki karaktersesuai dengan jatidiri organisasi tersebut. Demikian halnya juga KAMMI memiliki Tafsir Kepribadian Utuh Kader KAMMI yang terdapat dalam buku Pedoman Kaderisasinya.

Terdapat 39 citra kader yang tercermin dari karakter gerakan KAMMI yang salah satunya ialah “Intelektual”. Maksudnya kader KAMMI harus memiliki dan mengembangkan tradisi membaca, menulis, berdiskusi dan aksi dengan menjunjung tinggi objektivitas berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran universal dalam rangka perbaikan ummat. Jelas sekali aktivitas baca, tulis dan diskusi menjadi salah satu karakter yang menjiwai kader KAMMI.

MANHAJ TUGAS BACA

Dalam salah satu perangkat kaderisasi disebutkan berupa Manhaj Tugas baca (Mantuba). Mantuba merupakan penugasan secara mandiri untuk meningkatkan kapasitas keilmuan dan referensi melalui membaca buku, artikel ilmiah, ataupun sumber belajar lain.

Setiap jenjang keanggotaan memiliki mantuba yang memenuhi aspek : Aqidah, ibadah, akhlak, wawasa keislaman, wawasan kebangsaan, kepakaran dan profesionalisme dan pergerakan dan kepemimpinan. Untuk jenjang AB1 ada 79 judul buku, AB2 terdapat 47 judul buku dan AB3 15 judul buku.

KAMMI dalam perjalanannya mengawal perubahan Indonesia hingga 26 tahun ini telah menjadikan literasi gerakan sebagai salah satu aktivisme bagi para kadernya. Hal ini kian menemukan ruang momentumnya dengan era generasi milenial dan generasi Z yang mendominasi populasi hingga bonus demografi 2045 nanti. Tentu karakter generasi ini tak jauh dari aktivisme literasi dalam jagat maya dan semesta media sosial.

21 Mei 2024


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me