Langsung ke konten utama

[MEMBUNUH KEBOSANAN]


Dimana saja terutama Indonesia jika sudah aktivitas bernama antri pasti akan berjumpa kebosanan. Bukan ruangan antrinya yang kurang nyaman, tapi antrinya yang lama. Kalian percaya kan? Atau memang pernah mengalaminya sendiri.

Selain cemilan atau televisi yang ada diruangan tersebut, salah satu pelarian dari kebosanan itu ya membaca. Pastinya pagi ini saya tidak bawa bekal dari rumah dan televisi diruang tunggu acaranya tidak menarik. Mau cari remote untuk ganti channel, khawatir memaksakan kehendak menonton tanyangan kesukaan ke jamaah antri yang lain.

Jaman dulu di ruang tunggu akan disediakan koran, majalah, brosur promosi atau kalau beruntung ada pojok baca yang menyediakan buku-buku. Sebagian orang memilih keluar ruangan sekedar mengisap rokok menunggu panggilan. Kalau beruntung ada air mineral plus permen gratis.

Anak-anak kekinian cara membunuh kebosanan itu ya menyatu dengan androidnya, yang penting ada sinyal dan baterai cukup, aman dunia. Tau aja kadang ruang tunggu tidak menyediakan lubang listrik untuk charge/mengisi daya HP.

Yang makin membunuh diri karena bosan itu jika yang antri satu dua orang tapi proses penyelesaiannya lamaaa banget. Ampun deh, makin bete habis. Salah satu caranya yang tidak dapat ditawar adalah siapa yang duluan membunuh. Kita yang membunuh kebosanan atau kebosanan membunuh kita yang sudah tak berdaya.

Alhamdulillah salah satu pojok pembunuh kebosanan ini saya mencicip ulang lembar demi lembar "Ampenan Kota Tua".

16102023, 11:25
@inspirasiwajahnegeri @rehatiwan @iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...