Langsung ke konten utama

[CATATAN DARI PERJALANAN]



"Setiap perjalanan pasti memiliki kisahnya sendiri. Baik terkait misi dari perjalanan itu atau hal lain yang membersamainya." #reHATIwan

Pada abad ke 10 M atau 4 H, tepatnya tahun 309 H. Ibnu Fadhlan, pemilik nama asli Ahmad bin Fadlan bin al-Abbas bin Rasyid bin Hamad melakukan misi perjalanan dari Baghdad sampai Eropa Timur.

Ia seorang penjelajah yang menuliskan perjalanan ekspedisinya dalam Risalah Ibnu Fadhlan Fi Wasf ar-Rihlah ilaa Bilad at-Turki wa al-Khazar wa ar-Ruus wa as-Saqalibah. Ibnu Fadhlan telah menyumbang pada kemajuan ilmu geografi, etnografi, dan sastra. Thomas S. Nooman, ahli sejarah Rusia dari Universitas Minessota, menyanjungnya dengan berkata, “Dia menceritakan bagaimana karavan bepergian. Dia juga menulis flora dan fauna sepanjang perjalanan. Dia menunjukkan kepada kita bagaimana perdagangan berlangsung. Tidak ada sumber seperti itu.”

Ibnu Fadhlan selain menuntaskan ekspedisi sebagai tugas dari Khalifah Abbasiyah juga membuat catatan perjalanannya dalam sebuah buku karyanya.

Ada juga penulis buku The History of Java yang bukan orang Jawa atau Indonesia. Buku yang pertama terbit tahun 1817 ini karya Sir Thomas Stamford Bingley Raffles FRS (6 Juli 1781 – 5 Juli 1826) adalah seorang negarawan Britania yang pernah menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1811–1816), dan Letnan Gubernur Jenderal Bengkulu (1818–1824).

Buku The History of Java bercerita tentang keadaan penduduk, adat istiadat, keadaan geografi, sistem perdagangan, bahasa, dan agama di Pulau Jawa. Tak dipungkiri buku ini menjadi salah satu sumber sejarah paling penting untuk mengetahui kehidupan masyarakat Jawa di masa lalu. Raffles selain menjadi pejabat Belanda ia juga tekun mencatat yang ditemui selama bertugas di Hindia Belanda terutama pulau Jawa.

Selain Ibnu Fadhlan dan Raffles kita juga banyak mengenal para penjelajah dunia seperti Ibnu Batutah, Columbus, Napolen Bonaparte dan sebagainya. Iya perjalanan asal mereka selain misi keagamaan, perdagangan dan penjajahan utama. Tapi, mereka melakukan laku literasi dengan membuat catatan perjalanan. Yang tentu hingga sekarang buku-buku perjalanan tersebut sangat terkenal dan menjadi referensi banyak orang.

Tentu catatan kita semua hari ini tentang berbagai hal selama perjalanan sedekat apapun, apalagi menjelajah ke negara lain, akan memiliki makna dan arti bagi siapapun yang dua puluh, lima puluh atau lebih dari hitungan itu ketika membacanya kembali.

Saatnya menulis perjalanan, agar perjalanan itu tak hanya menjadi kenangan yang kian waktu makin pudar dan menghilang selamanya.


27112023, 19:01
#MariBerbagiMakna #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi1
rehatiwan @inspirasiwajahnegeri @rehatiwan @iwanwahyudi1

Foto : cuma ilustrasi, tulisan perjalanan ini di hastag #ASEANstudy . Terimakasih sudah dibantu buat Paspornya Abangda Awaluddin Yusuf . Description: 🙏

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me