Langsung ke konten utama

[NGUBI DULU, LIBUR NGUPI]

 



Ketika mantan atau purnawirawan jenderal polisi yang sekarang menjabat Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian memberikan solusi agar rakyat makan ubi dan umbi-umbi lainnya atas kenaikan harga beras, saya sudah biasa makan ubi dan cemilan rebusan lainnya sebagai cemilan.


Atau ketika presiden ke-5 RI yang juga ketua PDIP sejak reformasi sampe sekarang, Ibu Hj.Megawati cerita ke publik sering sarapan umbi-umbian dan sehat, saya juga lebih suka ngemil ubi, singkong, talas dan bestienya. Saya ngemil itu bukan karena terapi gula darah tinggi atau diabet.



Dua bulan terakhir ubi warna ungu sangat marak sekali dijual baik dipasar tradisional hingga penjual sayur kaki lima atau gerobak keliling. Nah ini lebih memanjakan lagi karena harganya murah. Selain murah pastinya makan ubi rebus atau ubi bakar akan mendatangkan banyak nostalgia masa lalu. Jika ubi goreng ala penjual gorengan itu sepertinya biasa-biasa aja. Hampir bisa didapat dimana saja.
Mungkin jika ada acara kenegaraan atau dinas para pejabat, bolehlah wartawan zoom sedikit kameranya ke meja snack yang ada di depan mereka. Merasa bangga aja jika yang terekam memang benar-benar ubi cs, berarti pejabat ini merakyat. Ikut merasakan kegetiran rakyat yang mereka urus.

Saya juga sepertinya harus libur ngopi lagi kedepannya. Teman sering ngopi saya Bersiap Siagalah sudah lama tidak ngajak ngopi sambil menikmati senja diatas bukit. Sambil nunggu ngopi yang sesekali diajak bang sekum Noval Palandi atau anak muda hebat Syarif Al Hanan . Para caleg juga rada sepi yang ngajak ngopi, tapi yakin aja makin dekat dengan tanggal 14 Februari 2024 akan banyak ajakan ngopi darat. Nah yang ngopi sama Bang EmOn Jalkapallon Ystäville dan Fahru Rizki ini perlu dibuat jadwal khusus.

05092023
Iwan Wahyudi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me