Langsung ke konten utama

066 [LINGKARAN HATI]

 

Tetiba notifikasi Facebook mengingatkan pada foto ini, potret yang mengambarkan peristiwa 23 Desember 2017. Lima tahun silam. Bertemu mereka para pegiat pendidikan di SMK Al-Kahfi Sumbawa, para guru dan karyawannya. Nongrong disana jarang tidak pernah dikursi, selalu lesehan. Baik itu di berugak, emperan tempat isi ulang air minum, rumah panggung tanpa dinding atau di Masjid sekolah. Itulah cerita kenapa caption foto ini Lingkaran Hati.

Menuju ke sana dari Kampus Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) melewati 5 kecil tak berjembatan, dua diantaranya selalu mengalir sepanjang tahun. Jika musim hujan bisa dibayangkan meluap dan menunggu surut baru bisa melintas. Ditambah jalan yang naik turun tak beraspal tanpa pemukiman penduduk, kiri-kanan sejauh mata memandang hanya kebuh atau hamparan tanah pegunungan yang hanya produktif di musim hujan.

Bahan obrolan selalu tak ada habisnya. Mulai dari dinamika yang terjadi disekolah, kopi, fotografi, pemasaran air isi ulang, menu makan guru dan siswa dikantin sekolah, ternak sapi, pacuan kuda dan banyak lagi yang lainnya. Mungkin jika ditulis bisa jadi buku “Catatan Hati Perjuangan Al-Kahfi”. Jangan dibayangkan yang mengabdi disini seperti disekolah-sekolah yang mapan. Mahasiswa dan Mahasiswi UTS juga ikut mengabdi, mereka berasal dari pulau jawa.

Memandang Al-Kahfi tak masuk akal bagi masyarakat kebanyakan. Melihat Al-Kahfi tak bakal masuk dalam hitung-hitungan ekonomi. Menatap Al-Kahfi tak akan masuk dalam rumus para pencari popularitas dan pencitraa. Ia hanya masuk dalam ruang-ruang pengabdian dan pengorbanan, bilik-bilik nurani tak menghitung pamrih dan kamar-kamar hati yang selalu dilingkari dengan kebahagiaan sejati.


Rumah Merpati 22
24122022, 10:22
#MariBerbagiMakna #Gerimis30Hari #Gerimis_Des_24 #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi
@inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1
@gerimis30hari @ellunarpublish_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me