“Pemimpin
yang hebat menulis seperti jurnalis, berbicara seperti orator.”
(Haji Oemar
Said Tjokroaminoto)
Hari ini 88 tahun silam sosok yang
dijuluki Raja Jawa Tanpa Singgasana itu wafat. Namun, warisan inspirasi dan
pemikirannya masih tetap abadi dan menjadi bacaan hingga hari ini. Tulisannya
tajam seperti seorang jurnalis dan bicaranya selalu menggerakan sebagai orator
ulung. Tak heran Serikat Islam menjadi organisasi pergerakan terbesar di negeri
ini saat itu. Warisan literasinya pun tetap diminati para aktivis gerakan Islam
sampai sekarang.
HOS Cokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada 16 Agustus 1882. Merupakan anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamisno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya R.M. Adipati Tjokronegoro, pun bukan orang sembarangan, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.
Kemampuan
menulisnya di asah ketika menjadi wartawan. Karir jurnalisnya telah ia
rintis sejak membantu Surat Kabar Suara Surabaya. Selain itu disela kesibukanya sebagai ketua CSI (Central Sarekat
Islam), masih sempat menjadi direktur sekaligus pimpinan redaksi dari
harian Oetoesan Hindia yang berkantor di Surabaya.
Selain menulis dan menjadi pimpinan surat
kabar, mertua dari Ir. Soekarno ini juga menulis beberapa karya tulis/buku :
1.
Islam dan Sosialisme pada tahun 1924
Buku ini ditulis Cokroaminoto dalam upaya menghadapi pemikiran SI Semarang yang dipimpin Soemaoen. Secara konfrehensif mengungkap makna dari sosialisme. Menjelaskan bahwa sosialisme sebagai suatu dasar pemikiran memiliki begitu banyak varian. Buku setebal 104 halaman ini juga menjelaskan bahwa prinsip dasar sosialisme adalah kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan, nilai-nilai ini ternyata bukan hanya ada dalam Islam tetapi sudah pernah dilaksanakan secara kongkrit pada masa Rasulullah dan para sahabat. Sehingga ia menuliskan dalam salah satu bagian dari bukunya Islam dan Sosialisme dengan “bagi kita orang Islam tidak ada sosialisme atau rupa-rupa isme yang lebih baik, yang lebih elok dan lebih mulia melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah saja”. Buku ini menjadi bukti begitu kuatnya pembacaan Cokroaminoto terhadap karya-karya pemikir Barat.
2.
Program Asas dan Program Tandhim Partai Sarekat Islam
Indonesia pada tahun 1930
Buku ini merupakan pegangan keorganisasian dari PSII. Buku setebal 99 halaman ini sesungguhnya sudah dirumuskan sejak Kongres Nasional ketiga dan terus diperbaiki sampai disempurnakan pada Kongres di Yogyakarta pada tahun 1930. Menurut Ohan Sudjana (1999, Liku-liku Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: DPP PSII-1905, hal 53-54) buku ini selesai disusun di Bogor tanggal 26 Oktober 1931.
Buku ini membincangkan mengenai dasar Islam yaitu kalimat syahadat secara konfrehensif dan konsekuensinya bagi setiap muslim. Ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah 14 abad yang lalu sudah sempurna sebagai pedoman manusia. Buku ini adalah penafsiran Tjokroaminoto terhadap ajaran Islam dalam upaya menjawab dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkembang lewat pergerakaan PSII. Hal-hal yang dibahas antara lain; persatuan umat Islam, penghidupan rakyat, sifat pemerintahan, pengajaran dan pendidikan, dan lain-lain.
Menurut Cokroaminoto dalam buku ini program asas PSII disusun dalam enam tingkatan perjuangan yaitu: persatuan umat, kemerdekaan umat, sifat pemerintahan, penghidupan ekonomi, keadaan dan derajat manusia, dan kemerdekaan sejati. Di sisi lain, adapun program tanzim partai tentang perlawanan dan sandaran gerak perlawanan terdiri dari tiga pokok, yaitu: bersandar kepada sebersih-bersih tauhid, bersandar kepada ilmu (wetenshap), dan bersandar kepada siasah (politik) yang berkenaan dengan bangsa dan negeri tumpah darah sendiri, dan politik menuju maksud akan mencapai persatuan atau perhubungan dengan umat Islam di lain negeri (Pan Islamisme).
3.
Tarich Agama Islam, Riwayat dan Pemandangan atas
Kehidupan dan Perjalanan Nabi Muhammad pada tahun 1931
Buku setebal 203 halaman karya Cokroaminoto ini menjadi alternatif bagi umat muslim Indonesia untuk mempelajari sejarah Islam dan Nabi Muhammad SAW. Dalam kata pendahuluan, ia mengungkapkan bahwa buku yang membahas tentang ini tebalnya beratus-ratus halaman dan lewat bukunya akan memudahkan memahaminya.
Lewat buku ini Tjokroaminoto ingin membangkitkan optimisme bangsa Indonesia bahwa dengan menegakan Agama Allah umat terdahulu diberikan kejayaan yang luar biasa.
4.
Reglemen Umum Bagi Ummat Islam pada tahun 1934
Merupakan buku terakhir menjelang wafatnya Cokroaminoto. Buku ini dibicarakan dalam kongres PSII ke XIX di Jakarta dan disahkan dalam kongres PSII ke XX di Banjarnegara pada 20-26 Mei 1934, hanya beberapa bulan sebelum Tjokroaminoto wafat. Buku 69 halaman ini berisi 20 bab yang mencoba menjelaskan sekelumit tentang kehidupan dan solusinya yang disandarkan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Dalam buku ini sifat keulamaan Tjokroaminoto begitu menonjol, sehingga tidak berlebihan kalau ia juga dapat kita sebut sebagai ulama.
Adapun 20 bab yang dibahas dalam buku ini adalah: (1) pedoman umum bagi kehidupan sosial Islam, (2) maksud dan tujuan hidup di dunia, (3) petunjuk budi pekerti utama, (4) petunjuk tentang keadilan dan kejujuran, (5) petunjuk kebenaran dalam perkataan, (6) petunjuk kebaikangkan budi yang seluas-luasnya, (7) petunjuk mengikat perjanjian dan persaksian, (8) petunjuk iman dan Keislaman sejati, (9) petunjuk persatuan muslimin, (10) petunjuk memilih pimpinan dan menurut pimpinan, (11) petunjuk membuat jalan yang benar, (12) petunjuk melakukan perbuatan ibadah yang benar, (13) petunjuk anggapan hidup di dunia, (14) petunjuk budi pekerti terhadap keluarga, (15) petunjuk maksud perhubungan perkawinan, (16) petunjuk kelakuan dan penjagaan terhadap anak yatim, (17) petunjuk contoh keutamaan terhadap lain-lain orang, (18) petunjuk kebaikan sosial ekonomi, (19) petunjuk memerintahkan barang yang benar dan melarang barang yang salah, serta (20) petunjuk lebih mementingkan keperluan umat dari pada keperluan atau urusan sendiri.
Cokroaminoto wafat pada usia 52 tahun di Yogyakarta, tepatnya pada tanggal 17
Desember 1934 dan dimakamkan di TMP (Taman Makam Pahlawan) Pekuncen,
Yogyakarta. Republik Indonesia kemudian
menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional.
Sumber Tulisan di Kutip dari : https://yudomahendro.wordpress.com
17122022, 19:38
#MariBerbagiMakna #HariIniDalamSejarah #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi #HOSCokroaminoto #Tjokroaminoto
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1
Komentar
Posting Komentar