Langsung ke konten utama

059 [WARISAN LITERASI HOS COKROAMINOTO]

 


“Pemimpin yang hebat menulis seperti jurnalis, berbicara seperti orator.”

(Haji Oemar Said Tjokroaminoto) 

Hari ini 88 tahun silam sosok yang dijuluki Raja Jawa Tanpa Singgasana itu wafat. Namun, warisan inspirasi dan pemikirannya masih tetap abadi dan menjadi bacaan hingga hari ini. Tulisannya tajam seperti seorang jurnalis dan bicaranya selalu menggerakan sebagai orator ulung. Tak heran Serikat Islam menjadi organisasi pergerakan terbesar di negeri ini saat itu. Warisan literasinya pun tetap diminati para aktivis gerakan Islam sampai sekarang.

 

HOS Cokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada 16 Agustus 1882. Merupakan anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamisno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya R.M. Adipati Tjokronegoro, pun bukan orang sembarangan, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo.

Kemampuan menulisnya di asah ketika menjadi wartawan. Karir jurnalisnya  telah ia rintis sejak membantu Surat Kabar Suara Surabaya. Selain itu disela kesibukanya sebagai ketua CSI (Central Sarekat Islam), masih sempat menjadi direktur sekaligus pimpinan redaksi dari harian Oetoesan Hindia yang berkantor di Surabaya.



Selain menulis dan menjadi pimpinan surat kabar, mertua dari Ir. Soekarno ini juga menulis beberapa karya tulis/buku :

1.      Islam dan Sosialisme pada tahun 1924

Buku ini ditulis Cokroaminoto dalam upaya menghadapi pemikiran SI Semarang yang dipimpin Soemaoen.  Secara konfrehensif mengungkap makna dari sosialisme. Menjelaskan bahwa sosialisme sebagai suatu dasar pemikiran memiliki begitu banyak varian. Buku setebal 104 halaman ini juga menjelaskan bahwa prinsip dasar sosialisme adalah kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan, nilai-nilai ini ternyata bukan hanya ada dalam Islam tetapi sudah pernah dilaksanakan secara kongkrit pada masa Rasulullah dan para sahabat. Sehingga ia menuliskan dalam salah satu bagian dari bukunya Islam dan Sosialisme dengan “bagi kita orang Islam tidak ada sosialisme atau rupa-rupa isme yang lebih baik, yang lebih elok dan lebih mulia melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah saja”. Buku ini menjadi bukti begitu kuatnya pembacaan Cokroaminoto terhadap karya-karya pemikir Barat.

2.      Program Asas dan Program Tandhim Partai Sarekat Islam Indonesia pada tahun 1930

Buku ini merupakan pegangan  keorganisasian dari PSII. Buku setebal 99 halaman ini sesungguhnya sudah dirumuskan sejak Kongres Nasional ketiga dan terus diperbaiki sampai disempurnakan pada Kongres di Yogyakarta pada tahun 1930. Menurut Ohan Sudjana (1999,  Liku-liku Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: DPP PSII-1905, hal  53-54) buku ini selesai disusun di Bogor tanggal 26 Oktober 1931.

Buku ini membincangkan mengenai dasar Islam yaitu kalimat syahadat secara konfrehensif dan konsekuensinya bagi setiap muslim. Ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah 14 abad yang lalu sudah sempurna sebagai pedoman manusia. Buku ini adalah penafsiran Tjokroaminoto terhadap ajaran Islam dalam upaya menjawab dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkembang lewat pergerakaan PSII. Hal-hal yang dibahas antara lain; persatuan umat Islam, penghidupan rakyat, sifat pemerintahan, pengajaran dan pendidikan, dan lain-lain.

Menurut Cokroaminoto dalam buku ini program asas PSII disusun dalam enam tingkatan perjuangan yaitu: persatuan umat, kemerdekaan umat, sifat pemerintahan, penghidupan ekonomi, keadaan dan derajat manusia, dan kemerdekaan sejati. Di sisi lain, adapun program tanzim partai tentang perlawanan dan sandaran gerak perlawanan terdiri dari tiga pokok, yaitu: bersandar kepada sebersih-bersih tauhid, bersandar kepada ilmu (wetenshap), dan bersandar kepada siasah (politik) yang berkenaan dengan bangsa dan negeri tumpah darah sendiri, dan politik menuju maksud akan mencapai persatuan atau perhubungan dengan umat Islam di lain negeri (Pan Islamisme).

3.      Tarich Agama Islam, Riwayat dan Pemandangan atas Kehidupan dan Perjalanan Nabi Muhammad pada tahun 1931

Buku setebal 203 halaman karya Cokroaminoto ini menjadi alternatif bagi umat muslim Indonesia untuk mempelajari sejarah Islam dan Nabi Muhammad SAW. Dalam kata pendahuluan, ia mengungkapkan bahwa buku  yang membahas tentang ini tebalnya beratus-ratus halaman dan lewat bukunya akan memudahkan memahaminya. 

Lewat buku ini Tjokroaminoto ingin membangkitkan optimisme bangsa Indonesia bahwa dengan menegakan Agama Allah umat terdahulu diberikan kejayaan yang luar biasa.

4.      Reglemen Umum Bagi Ummat Islam pada tahun 1934

Merupakan buku terakhir menjelang wafatnya Cokroaminoto. Buku ini dibicarakan dalam kongres PSII ke XIX di Jakarta dan disahkan dalam kongres PSII ke XX di Banjarnegara pada 20-26 Mei 1934, hanya beberapa bulan sebelum Tjokroaminoto wafat. Buku 69 halaman ini berisi 20 bab yang mencoba menjelaskan sekelumit tentang kehidupan dan solusinya yang disandarkan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Dalam buku ini sifat keulamaan Tjokroaminoto begitu menonjol, sehingga  tidak berlebihan kalau ia juga dapat kita sebut sebagai ulama.

Adapun 20 bab yang dibahas dalam buku ini adalah: (1) pedoman umum bagi kehidupan sosial Islam, (2) maksud dan tujuan hidup di dunia, (3) petunjuk budi pekerti utama, (4) petunjuk tentang keadilan dan kejujuran, (5) petunjuk kebenaran dalam perkataan, (6) petunjuk kebaikangkan budi yang seluas-luasnya, (7) petunjuk mengikat perjanjian dan persaksian, (8) petunjuk iman dan Keislaman sejati, (9) petunjuk persatuan muslimin, (10) petunjuk memilih pimpinan dan menurut pimpinan, (11) petunjuk membuat jalan yang benar, (12) petunjuk melakukan perbuatan ibadah yang benar, (13) petunjuk anggapan hidup di dunia, (14) petunjuk budi pekerti terhadap keluarga, (15) petunjuk maksud perhubungan perkawinan, (16) petunjuk kelakuan dan penjagaan terhadap anak yatim, (17) petunjuk contoh keutamaan terhadap lain-lain orang, (18) petunjuk kebaikan sosial ekonomi, (19) petunjuk memerintahkan barang yang benar dan melarang barang yang salah, serta (20) petunjuk lebih mementingkan keperluan umat dari pada keperluan atau urusan sendiri.

Cokroaminoto wafat pada usia 52 tahun di Yogyakarta, tepatnya pada tanggal 17 Desember 1934 dan dimakamkan di TMP (Taman Makam Pahlawan) Pekuncen, Yogyakarta.  Republik Indonesia kemudian menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional. 

Sumber Tulisan di Kutip dari : https://yudomahendro.wordpress.com

Rumah Merpati 22
17122022, 19:38
#MariBerbagiMakna #HariIniDalamSejarah #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #IWANwahyudi #HOSCokroaminoto #Tjokroaminoto
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me