Langsung ke konten utama

[RUANG PEMUDA]


Menyediakan banyak ruang untuk para pemuda menyibukkan diri pada hal-hal produktif akan semakin memperkecil mereka bermalas ria dan berperilaku negatif.

Ruang Berinteraksi. Ruang Publik seharusnya di tiap daerah harus tersedia, tentu dengan fasilitas minimal yang terpenuhi. Bukan hanya ruang atau taman sebagai penghias kota semata, tapi tak ada pengunjungnya. Di ruang ini para pemuda bisa berinteraksi, bersosialisasi secara fisik ditengah ruang komunikasi secara virtual yang membanjiri.

Ruang Meningkatan Skill. Tempat-tempat pelatihan yang dimiliki pemerintah atau inisiatif dari pemerintah hingga level desa/kelurahan untuk melakukan berbagai pelatihan singkat terkait banyak keahlian yang dibutuhkan pemuda perlu di lakukan secara berkala. Bisa juga bergandengan tangan dengan lembaga kepemudaan yang ada seperti karang taruna, KNPI, remaja masjid, PKK dan sejenisnya.

Ruang Mengasah Hobi. Lapangan olahraga dan fasilitas penyaluran hobi sebagai fasilitas umum tentu menjadi hal perlu keberadaannya. Kemudian lomba-lomba secara berkala sebagai penguji sejauh mana para pemuda ini mahir dalam hobinya menjadi sebuah kemestian. Bisa di kaitkan dengan hari bear nasional atau daerah.

Jumlah pemuda kian menjadi mayoritas di antara level usia lainnya. Apalagi waktu kian bergerak menuju apa yang dinamakan bonus demografi. Demographic dividend atau bonus demografi adalah suatu kondisi dimana populasi masyarakat akan didominasi oleh individu-individu dengan usia produktif (rentang usia 15 hingga 64 tahun). Saya lupa ucapan siapa awalnya, ada ungkapan yang lebih kurang berbunyi "Siapa yang ingin menguasai dunia harus menguasai sumberdaya manusianya. Dan mengendalikan sumberdaya manusia dengan menggenggam pemudanya". Bahasa lainnya " Pemuda adalah kunci." Tak salah jika Soekarno pernah berkata "Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia."

Rumah Merpati 22
24092022
#MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #PemudaIndonesia #InspiringWords #IWANwahyudi
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me