Langsung ke konten utama

[KEKUASAAN]


"...Mereka dengan pasti bersumpah, "Kami hanya menghendaki kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya)." (QS. At-Taubah : 107)

Malam itu saya membuka acak buku tebal hampir 500 halaman. Dan terbuka halaman dengan judul tulisan "Kekuasaan". Awal tulisan tersebut penggalan ayat diatas. Terasa menghujam sekali usai membaca ayat itu.

Sumpah dan janji seseorang merupakan sebuah ungkapan dan perkataan yang sakral dan mengandung sebuah konsekuensi. Apalagi bila itu sumpah dan janji jabatan para pejabatan negara. makin tinggi jabatannya, resikonya makin besar. Dampak kerugian dan kerusakan pada masyarakat juga kian besar berbanding lurus dengan tingginya level jabatan.

Pendangkalan nilai seakan semakin solid berkoalisi antara nilai kata dan nilai perbuatan. Pendangkalan perilaku semakin menyolok mata, dipertontonkan tak lagi sembunyi atau di depan layar, bahkan sambil berdansa menantang siapapun. Sedang pendangkalan kata dalam ucapan dan sumpah kian menjadi-jadi. Atas nama Tuhan, negara, bangsa dan rakyat mereka ucapkan sumpah diruang terhormat hasil pajak rakyat, dalam banyak sorotan kamera yang tayang live bahkan viral oleh buzer sewaan di media sosial. Tapi, kelakuannya bertolak belakang dan bertolak depan depan.

Jika mereka yang berbuat baik dan bersama kebaikan totalitas menebar perubahan dan kebaikan, tentu mereka yang jahat dengan sumpah palsu lebih tega dan mati-matian meyakinkan bahwa kedzoliman mereka sebuah hal yang baik dengan beragam kamuflase dan tipu-tipu.

"Kekuasaan bisa membentuk dan memaksakan bahasa buatannya kepada publik. Telinga miskin memang suka mendengar berbagai kicauan, tetapi bila menyangkut harga diri, mereka bisa 'mengamuk'." (KH. Rahmat Abdullah)

Foto ilustrasi
Fotografer : Azkar Nawawi 
Lokasi : Uma Ilopeta

Rumah Merpati 22
09092022, 06:17
#MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #InspiringWords #MelawanDenganDamai #IWANwahyudi
@inspirasiwajahnegeri   
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me