Langsung ke konten utama

003 [SEPOTONG KUE]

"Tidak harus menunggu sempurna untuk berbagi, tak harus menunggu lebih untuk memberi."

Setiap menerbitkan buku baru, kami berdua saling memberi hasil karya tersebut. Walau karya kami masih jauh jika disandingkan dengan para penulis ternama. Tapi tradisi ini minimal untuk mendapatkan masukan terkait karya itu.

Saat awal mengabdi di kampus Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), home base kami saling bersebelahan, saat itu tidak ada sekat (dinding) antar ruang unit kerja. Walau selevel warek atau dekan fakultas. Kamipun bergabung hampir bersamaan, hanya berselang satu dua bulan. Bisa dihitung tetanggaan sekali ditempat kerja. 

Jika orang lain saling berbagi sesuatu makanan atau barang yang baru dibeli atau miliki, cara lain kami ya memberi karya. Jika orang minimal saling berbagi sepotong kue, kami berbagi makna lewat buku karya. 

Saat membaca dua buku karya pak Dosen Jul Scooter Independend : Jalan Para Pecinta (Maret, 2021) dan Pola Asuh dan Keterlibatan Orang Tua (Juli 2022), saya baru saja sepintas membaca kembali salah satu hadits Rasulullah SAW.  Dari Abu Dzarr radhiallahu anhu, beliau berkata, Rasulullah bersabda, "Jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu" (HR. Muslim). 

Kuah di atas, bagi saya bisa saja bermakna berbagi karya atau buku dalam konteks "berbagi" dalam arti luas. 

Rumah Merpati 22
01082022, 19:23
#MariBerbagiMakna #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #InspiringWords #IWANwahyudi
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me