Langsung ke konten utama

[TAK TERASA DUA BULAN LAGI RAMADHAN]

"Ramadhan tahun ini, tilawah saya tidak khatam, aduh rugi banget." Sesal seseorang saat malam takbiran. 

"Aduh... gak terasa ini malam terakhir. Tarawih banyak bolong apalagi tahajud saya... Astaghfirullah." Ucap seorang sahabat dipenghujung Ramadhan tahun lalu. 

Selain bersuka cita menyambut Idul Firtri tentu selalu terselip sesal karena tidak optimal mengisi bulan Ramadhan. Rasa itu selalu terulang berkali-kali. Yang saya khawatirkan rasa itu kian lama akan hambar, sesal lalai mengisi Ramadhan hanya keluh sesaat dan akhirnya tak pernah ada berubahan. Tragisnya, Ramadhan kian tua usia kita makin begitu-begitu saja bahkan menurun.

Bisa jadi efek dari persiapan di awal memasuki Ramadhan yang apa adanya, bahkan dadakan. Jika ada tetangga yang akan berkunjung ke rumah, minimal kita menyiapkan diri sudah ada di rumah. Namun, jika presiden akan berkunjung ke rumah pasti jauh-jauh hari menyiapkan segala sesuatu dengan semaksimal mungkin. Kenapa? Karena presiden jarang bahkan kesempatan mahal bertamu ke rumah kita. Presiden juga tamu istimewa, minimal dibandingkan tetangga kita dalam kacamata manusia pada umumnya. 

Ramadhan waktu istimewa atau sakral di antara waktu lain yang di anugerahkan oleh-Nya, seperti halnya keistimewaan hari Jum'at dan sepertiga akhir malam. Kemudian nilai atau bobot waktunya juga istimewa. Berlipat ganda. Tiap amal di waktu Ramadhan bernilai berkali-kali lipat dibandingkan bulan lainnya. 

Sekarang kembali kepada kita, apakah di unjung Ramadhan tahun ini cuma kembali berucap penyesalan basa-basi karena tidak mengoptimalkan ibadah? Atau ada kalimat lain yang lebih membahagiakan. 

Semoga resonansi Ramadhan tahun lalu masih terasa hingga saat ini dalam diri kita. 

"Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikan umur kami di bulan Ramadhan. " (HR.Ahmad dan Thabrani) 

Rumah Merpati 22
02022022 10:38
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan #MariBerbagiMakna #IWANwahyudi #EnergiRamadhan 
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...