Langsung ke konten utama

[LITERASI YANG KIAN "SEKSI"]


"Di dalam cahaya-Mu aku belajar mencintai. Di dalam keindahan-Mu aku belajar menulis puisi." (Jalaluddin Rumi, penyair sufi, ahli hukum, sarjana Islam dan teolog dari Persia 1207-1273)

Kian kekinian literasi di negeri ini semakin semarak. Buku-buku lama diterbitkan kembali lewat cetak ulang, buku-buku baru berlomba terbit menjembatani pena generasi baru kekinian. Maraknya media sosial makin memanjakan pembaca mengakses dan bermanja dengan beragam bacaan yang disukainya.


Mulai dengan genre ilmiah jurnal akademik, tulisan populer hingga catatan para traveler, sampai fiksi yang memeras imajinasi dan emosi. Dimana-mana mulai familiar dengan ucapan "salam literasi". Literasi kian "seksi", menjadi pusat perhatian. Atau jika tidak punya media sosial dianggap tidak kekinian, tanpa postingan/status/tweet bukan milenial namanya.


Literasi juga menjadi "senjata perjuangan" di semua ruang dan lapisan masyarakat. "Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." (Pramoedya Ananta Toer, penulis dari Indonesia 1925-2006).

Siang ini bersua dengan Syarif Husni @syarifhusni87, seorang akademisi di STKIP Taman Siswa Bima. Sebelumnya beliau saya kenal sebagai penulis dan pendidik di Mataram. Dan tentu pastinya aktivis. Diskusi tak jauh-jauh dari kepenulisan, minimal apa yang bisa diperbuat dalam ruang literasi yang kian seksi tersebut.


Termasuk perhelatan Musyawarah Wilayah (Muswil) 5 Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah NTB yang berlangsung 13 Februari mendatang. Organisasi kepenulisan yang didirikan oleh para penulis diantaranya bunda @asmanadia dan @helvytianarosa. Dan Syarif Husni ini salah satu kandidat ketua umum FLP NTB di muswil nanti.

"Aku belajar dan membaca agar umur orang lain berguna bagiku, dan aku menulis agar orang lain mengambil manfaat atas umurku." (Felix Siauw, pendakwah).

Pokoknya, yuuk mari menulis. Menulis yang berfaedah. Minimal bagi diri sendiri, lebih-lebih bagi orang lain.

Rumah Merpati 22
10022022 18:21
#MariBerbagiMakna #reHATIwan #InspirasiWajahNegeri #InspiringWords
@inspirasiwajahnegeri @iwanwahyudi1 wahyudi1 @flpoke @flpntb 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me