Langsung ke konten utama

[MENULIS? AH... SUDAHLAH... ]


" Alaah... sudah banyak orang yang fasih menulis buku dan buku-bukunya saja tidak khatam kalian baca. Sekarang kalian mau jadi penulis dan menerbitkan buku, siapa yang mau baca?, " nada pedas suara dari seorang senior ketika adik tingkatnya membulatkan tekad.

Dua pernyataan diatas mungkin mewakili dari sekian kalimat yang kadang menusuk dalam pada para belia yang mulai belajar mengungkapkan perasaannya lewat tulisan, mereka yang ingin mengisi ruang media sosial dengan buah pikirannya yang masih sederhana, bahkan bisa jadi itu sekeping tekad mereka yang merasa terpanggil sebagai generasi baru yang entah ke depan menulis ialah satu-satunya peluru melawan era digital yang tak terbendung dan dimanfaatkan oleh pendekar berwatak jahat menghancurkan generasi mereka.

"Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak". - (Ali bin Abi Thalib). Bisa jadi menulis bagi mereka menjadi sarana menyampaikan pendapat diantara jaman yang sulit mereka menemukan orang yang tulus mendengar cerita dan perasaan. Mewakili perasaan orang lain dan menjadi sarana bertukar solusi dan pengalaman, sebuah ruang yang langka diantara rutinitas yang menjemukan.

"Wah jadi penulis itukan sudah". Kata segelintir dari mereka. Iya jika membandingkan diri dengan penulis ternama, atau hanya berniat menjadi penulis terkenal. Kita hanya ingin menjadi penulis sederhana sebagai sarana bertutur dan menyampaikan kegelisahan yang mungkin sudah sering dititipkan pada orang lain, namun malah mereka memanfaatkan itu bukan untuk mencari jalan keluar tapi benalu penghisap mendapat keuntungan pribadi.

Menulis itu mudah, kuncinya cuma dua. Menulis dan membaca.

"Membaca adalah pusat yang tidak bisa dihindari oleh seorang penulis". - Stephen King (Penulis Amerika).

“Syarat untuk menjadi penulis ada tiga, yaitu: menulis, menulis, menulis". (Kuntowijoyo)

Ambil penamu jangan biarkan ia mengering keriput sedang pena lainnya telah menyusun kata dalam beragam makna.

17012022 15:51

#30hbc2217 #30HariBercerita #InspirasiWajahNegeri #MariBerbagiMakna #reHATIwan #IWANwahyudi
@30haribercerita @inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...