Langsung ke konten utama

[365]

Satu diantara 365 pasti ada kenangan indah atau luka yang sangat melekat. Kenapa cuma satu? Padahal jatah 365, bahkan minta tambah. Belum jika menghitung jumlah karya, bisa 0 (nol). 

Ada yang merasa kurang dan ada juga terasa lebih dari 365 hari. Ada yang diisi penuh, cuma setengah bahkan kosong dari 365 hari yang disediakan. Ini bukan masalah hemat atau dapat bonus jika banyak hari yang kosong atau setengah terisi sehingga dapat dikembalikan ditukar dengan voucher. 

Semua makhluk berjatah 365 hari kecuali yang benar-benar dicukupkan ditengah jalan perjalanan setahun oleh-Nya. Silahkan hitung sendiri, bahkan daftar di buku diary tidak sampai 365 apalagi yang masih melekat di ingatan jika diri tak sudi mencatat. Lalu bagaimana dapat membandingkan berapa resolusi atau impian dengan realitas yang tercapai? Ibarat berhutang tapi diakhir lupa berapa jumlah hutang dan sudah berapa yang dibayar sehingga sisanya berapa? 

Dream ala kinan (layangan putus) atau resolusi bukan cuma pemanis postingan awal tahun, diakhir tahun sibuk menyusun resolusi baru tanpa menengok nasib resolusi sebelumnya. Resolusi.... cuma kebutuhan eksistensi media sosial dan sensasi lucu-lucuan karena gengsi, toh jika ada notifikasi pengingat (kenangan) dilewati. 

Nasehat berikut semoga bermanfaat bagi kita semua :

“ Hari kemarin sudah mati. Hari ini sedang berjalan. Esok belum terlahir. Anda ada disaat sekarang, manfaatkanlah untuk ketaatan. Agar keuntungan terbesar bisa datang kepada anda.  (DR. Aidh Al-Qarni).

Saatnya mencatat semua impian dan resolusi 2022, lalu bawa ia dalam setiap hari-hari aktifitas mu agar 365 hari lagi nanti semua listnya tak lagi ada yang tersisa. 

Rumah Merpati 22
21:16 31122021
#30HariBercerita #30hbc2201 #bismillah2022
@30haribercerita
@inspirasiwajahnegeri
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me