Langsung ke konten utama

[SEBENARNYA KITA BELUM SIAP JIKA HUJAN TURUN]

"Kok di daerah kita baru sekali hujan ya? Padahal daerah lain (kabupaten yang berbeda) sudah beberapa kali turun hujan dan lebat". 

Ini pertanyaan yang akhir-akhir ini muncul saat saling telpon dan menanyakan kabar. Saya rasa ini mewakili apa yang ada dipikiran banyak orang, termasuk saya.

Saya coba mencari jawaban, minimal untuk diri saya sendiri. Kadang sampai pada titik, musim tanam akan mundur jika seperti ini. Pasti ada sesuatu yang Allah minta kita berpikir agak sedikit lebih luas dan dalam. Bukan sekedar pada hal kulit semata yang biasa terpikirkan. Jika hujan belum turun-turun kekeringan akan meluas, mata air makin banyak yang kering, daerah kekurangan air bersih untuk minum akan lebih banyak, cuaca panas akan meningkat beberapa derajat Celcius, gunung yang coklat akan makin gundul dan lain-lain.

Lalu saya terhenti pada sebuah pertanyaan yang tiba-tiba hadir. "Apakah kita sudah siap jika hujan benar-benar Allah turunkan sekarang?". Secara -ma'af- nafsu kita siap hujan turun, tapi secara hitung-hitungan untung rugi kehidupan kita secara keseluruhan benar-benar belum siap (atau dipaksakan siap).

Jika hujan turun lebat tiga jam saja, apakah kita sudah siap :
1. Selokan disekitar rumah kita dan jalan-jalan sudah bersih? Sehingga air tidak merendam pemukiman kita.
2. Penggundulan dan pembakaran hutan yang meluas dan tak terkendali, apakah daerah aliran sungai hingga ke laut sudah aman?. Atau bahkan akan membawa banjir bandang yang akan menenggelamkan secara tiba-tiba.
3. Hati kita akan makin bersyukur atau malah makin tak ikhlas? jika hujan benar-benar turun dan banjir datang karena efek keserakahan sebagian kita merusak alam.

Saya jujur belum siap jika hujan turun, karena belum terlihat persiapan mengantisipasi banjir dan limpahan air hujan baik secara pribadi maupun kolektif pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Mungkin ini alasan kenapa Allah SWT menunda hujan turun di daerah kita?

30112019
#IWANwahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan 
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...