Langsung ke konten utama

[BERKORBAN TANPA HARUS MENAKAR] --- Idul Adha

 “Aku telah membuktikan bahwa kenikmatan hidup itu ternyata ada pada kesabaran kita dalam berkorban.”  (Umar bin Khattab Ra)

Berkorban, wah pasti yang terbayang sesuatu yang tak menyenangkan. Bayangin berarti ada sesuatu yang kita miliki atau ada dalam diri kita yang harus diberikan pada orang lain. Benarkan? Atau yang terbayang berkorban itu memiliki syarat dan takaran tertentu yang mungkin kita belum mencapai hal tersebut, seperti berqurban hewan saat Idul Adha, pergi ke Medan perang membela negara atau agama, mengajar kepulau atau daerah terpencil tanpa akses komunikasi dan transportasi dan lain sebagainya.

Kalo itu yang masih terdoktrin dalam pikiran kita, maka hanya akan membatasi kita untuk berkorban lebih tepatnya memiliki alasan abadi untuk tidak mau berkorban. Dan berkorban hanya miliki kalangan tertentu saja dalam hal ini mereka yang berharta. Berkorban sebenarnya saudara kembar memberi, tak mungkin ada berkorban tanpa ada aspek memberi didalamnya.

Memberi, secara lahir adalah mengeluarkan sesuatu untuk orang lain yang berarti juga mengurangi sesuatu yang kita miliki. Tapi secara maknawi, memberi sesuatu kepada orang lain itu sama dengan memunculkan ketenangan batin, kenikmatan dan kecerahan tersendiri bagi yang melakukannya. Kandungan makna inilah yang banyak dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para salafushalih. Anas ra pernah mengatakan bahwa Rasulullah adalah orang yang tidak pernah diminta sesuatu, kecuali ia pasti memberi. (Muhammad Nursani dalam buku Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Surga).

Memberi dan berkorban memerlukan kesadaran dan kesabaran. Kesadaran dalam arti kepekaan personal atas lingkungan yang memerlukan turun tangan kita sekecil apapun tapi kita mampu melakukannya. Kesabaran maksudnya, saat memberi dan berkorban tak sedikit yang akan mengomentari baik itu menganggap kita sombong karena memberi padahal kondisi hidup masih kurang dari cukup atau dianggap mencari pujian dan pencitraan saat ada kelebihan rejeki berbagi pada sesama. Semua kembali pada hati dan niat kita si pemberi bukan komentar dan pandangan sekitar.

 “Bila di hatimu tak ada kelezatan yang bisa kamu dapatkan dari amal yang kamu lakukan, maka curigailah hatimu,” ujar Ibnu Taimiyah (Madarijus Salikin, 2/68). Maksudnya, Allah pasti membalas amal seseorang di dunia dengan rasa nikmat, kecerahan dan ketenangan dalam hati. Tapi bila ada orang yang belum merasakan hal itu, berarti amalnya terkontaminasi.

So, mari senantiasa memberi dan berkorban sekecil apapun tak mesti menakarnya dan tidak hanya pada hari Raya Idul Qurban saja.

11082019
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[PRABOWO, BUKTIKAN ! JANGAN JANJI TERUS]

Episode yang membuat semua mata anak bangsa bahkan sudah tersiar ke media internasional, bagaimana Rantis Baracuda Brimob melindas pengemudi ojol hingga tewas bernama Affan Kurniawan, Kamis malam lalu. Ini bisa menjadi "martir". Seperti mahasiswa Arief Rahman Hakim 1966 dan empat pahlawan Reformasi 1998, yang kemudian kita semua tau berujung pada berakhirnya Soekarno dan tumbangnya Soeharto.  Sejak malam itu para pengemudi Ojol menunjukan solidaritas nya di depan Mako Brimob hingga pagi.  Aksi solidaritas kemudian menjalar ke beberapa daerah di tanah air pada hari Jum'at. Bukan saja pengemudi ojol saja, tapi mahasiswa dan rakyat ikut turun. Pengrusakan, terutama kendaraan dan kantor polisi tak bisa dihindari.  Presiden hingga Ketua DPR Puan memberikan pernyataan permohonan maaf ditambah kalimat, "Nanti kami akan perbaiki" hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Lebih kurang demikian, ininya NANTI. Ini artinya berjanji.  ...

014 [PERANG DIPONEGORO, PERANG TERMAHAL BELANDA DI INDONESIA]

  Belanda salah satu penjajah Indonesia yang sangat lama dibandingkan negera lainnya. Hal itu bukan berarti mulus-mulus saja. Perlawanan di berbagai daerah di Nusantara meletus silih berganti sepanjang waktu. Walau dengan persenjataan yang sebanding, namun api perjuangan itu tak mampu dipadamkan dengan mudah hingga kemerdekaan itu benar-benar diproklamasikan. Salah satu perang yang dicatat sebagai perlawanan terbesar dan termahal yang dihadapi oleh Belanda ialah Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang meletus selama lima tahun sejak tahun 1825 hingga 1830. Penyebab dari perang Diponegoro ini diantaranya, Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan keraton yang pastinya merupakan akal licik untuk mempengaruhi dan mengadudomba. Selain itu beban ekonomi rakyat akibat aturan pajak yang diberlakukan Belanda, pengusiran terhadap rakyat karena tanahnya termasuk tanah yang disewakan. Dan yang paling khusus adalah pemasangan patok-patok jalan oleh Belanda yang melintasi makam para leluhur Pa...

[DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA]

Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan, sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara. Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita. Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul da...