Langsung ke konten utama

[KOPI LITERASI]

Pasca Putusan MK atas sengketa Pilpres dan pengumuman KPU terkait Pilpres, ini adalah pertemuan perdana. Om Hadi Kurniawan (baju kuning) menyebut kesempatan ini sebagai "rekonsiliasi", padahal tak pernah sekalipun ada saling caci maki dan serang di media sosial sekalipun kami semua yang bersatu meja ini berbeda pilihan mulai dari pilkada kab/kota, gubernur hingga pilpres.

Saat dipancing bicara terkait naik dan kian mahal tiket pesawat saya tak mau berkomentar karena pastinya akan ada dua arus bersebrangan, sudut pandang pemerintah dan kacamata oposisi. Lalu apa yang membuat kami bisa ngumpul? Organisasi, wah jelas g pernah berada dalam satu atap. Alumni sekolah, g juga karena kita udah beda kelas, beda sekolah dan beda angkatan juga lah. Pilihan politik, apalagi.

Ada dua hal sedikitnya yang membuat nyambung Kopi dan Literasi. Walaupun tak semua kami masuk kategori yang tak bisa meninggalkan ngopi tiap hari tapi hampir semua penikmat kopi dalam taraf dan level yang berbeda. Begitu juga literasi walau kami semua bukan penulis atau pernah menerbitkan buku tapi keseharian kami tak jauh dari literasi, minimal penikmat buku dan penulis status agak panjang di media sosial.

Kesempatan malam ini kami tak ditemani oleh pemilik Uma Kalikuma tempat kami diskusi DR. Abdul Wahid @abadu.wahid karena beliau sedang melaksanakan ibadah haji bersama istri DR Atun Wardatun @awardatun , yang biasanya selalu ada saja inspirasi mengenai  literasi.

21072019
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna 
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me