Langsung ke konten utama

[REUNI PARA MANTAN PRESIDEN]

 " Jika engkau hanya bergantung pada kekuasaan yang engkau miliki, pasti ada batas kadaluarsanya, apalagi berharap pada kekuasaan orang lain. "

Saya baru sadar ketika salah seorang diantara kami nyeletuk saat foto bersama, "Nah ini foto bareng tiga orang mantan presiden. ". Jum'at berkah di pekan terakhir bulan Juni dimana kemarau sudah merayap pelan namun pasti. 

Yang berkaca mata sekarang Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis sedangkan yang ditengah Anggota DPRD Lombok Timur. Dan saya, cuma sahabat dari mereka berdua. Sejak dulu di kampus, saat ini dan semoga selamanya. 

Presiden yang tengah begitu antusias untuk melanjutkan study di kampus kami hingga langsung mencoba daftar online. " Buku-buku sekali pak? ". Dengan gaya bicaranya yang khas sejak dulu dijawab, " Kebaikan itu harus disegerakan, jangan ditunda-tunda. " . Mirip slogannya Jusuf Kalla "Lebih cepat, lebih baik". Wajar sama-sama politisi. 

" Dana pokok pikiran (pokir) atau dana aspirasi anggota dewan bisa berupa program bina desa dengan melibatkan Perguruan Tinggi yang memiliki SDM pendampingan diberbagai bidang. " Sang Dosen Ekonomi Pembangunan mengemukakan pikirannya. 

Hembusan angin lembah bukit Olat Maras, membawa riuh ranting dan daun pohon jati seakan ikut bersuara. Mengingatkan kami pada pepohonan dihalaman masjid kampus dulu yang rindang dan menjadi tempat favorit untuk rehat disiang terik. 

Pertemuan siang ini semakin membuktikan kekuasan itu tak ada yang abadi, kecuali Kekuasaan Sang Maha Kuasa. Dan persahabatan itulah malah yang lebih panjang usianya. 

Ayo tebak kami bertiga pernah menjadi Presiden dimana? Ada hadiah buat yang jawab benar dan paling cepat. 

26062020
#IWANwahyudi
#InspirasiWajahNegeri
#MariberbagiMakna
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me