Langsung ke konten utama

076 [SULTAN ABDUL KHAIR SIRAJUDDIN LAHIR]

 


Sultan Abdul Khair Sirajuddin bergelar Ruma Ta Mantau Uma Jati lahir dilingkungan istana Kesultanan Makassar pada bulan Ramadan 1038 H (± April 1627 M). Disamping itu beliau diberi gelar “La Mbila”. Para prajurit Gowa memanggilnya “I Ambela”.

 

Beliau adalah Sultan ke II Kesultanan Bima. Putra dari Sultan Abdul Kahir I dengan permainsurinya Daeng Sikontu, adik permainsuri Sultan Alauddin Makassar.

 

Dalam kitab Bo (naskah lama Bima) namanya “Abil Khair Sirajuddin”, tapi pada bagian lain sumber yang sama ditulis “Abdul Kahir Sirajuddin”. Sejak usia kecil ia memperoleh pendidikan agama, ilmu politik pemerintahan juga ilmu perang di lingkungan istana Makassar. Dimana saat itu orang tuanya “berhijrah” sementara ke Makassar dari konflik yang terjadi di Kerajaan Bima.

 

Ia dilantik menjadi “Jena Teke” (putra mahkota) oleh Majelis Hadat sebelum ayahnya mangkat pada 8 Ramadan 1050 H (22 Desember 1640 M). Menikah dengan “Karaeng Bonto Je’ne” saudari dari Sultan Hasanuddin Makassar yang juga puteri Sultan Malikul Said (Sultan Makassar II) pada 22 Rajab 1056 H (3 September 1646 M).

 

Pada tahun 1647 bersama Karaeng Bonto Maranu Makassar bergabung membantu pasukan Pangeran Trunojoyo Madura melawan Raja Mataram Amangkurat II yang sudah menjalin kerjasama dengan Belanda.

 

Ketika Belanda menyerang Makassar pada 6 Juni 1660, Sultan Abdul Khair Sirajuddin bersama Panglima Perang Makassar Karaeng Popo ikut perang membantu Kesultanan Makassar melawan Belanda dan berhasil memukul mundur penjajah tersebut.

 

Pada perang Kesultanan Makassar melawan Belanda 1666-1667, Sultan Abdul Khair diangkat oleh saudara sepupu yang juga iparnya Sultan Hasanuddin sebagai wakil Panglima Perang Makassar mendampingi panglima perang Karaeng Bonto Maranu.

 

Sultan Abdul Khair Sirajuddin bersama puteranya Nuruddin juga turut membantu perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Banten melawan Belanda. Di Banten Sultan bertemu kembali dengan Karaeng Popo panglima perang Makassar.

 

Selain ikut serta membantu kesultanan lain dalam melawan Belanda, Sultan Abil Khair Sirajuddin banyak melahirkan terobosan-terobosan dan ide-ide baru dalam memajukan agama, politik, ekonomi dan sosial budaya di Kesultanan Bima. Salah satunya untuk meningkatkan pemerintahan, beliau mengadakan penyempurnaan struktur “Lembaga Sara Dana Mbojo” menjadi “Majelis Lengkap” dengan mendirikan Lembaga Sara Hukum. Sejak saat itu struktur pemerintahan Kesultanan Bima terdiri dari “Sara-Sara” yang di Pimpin Ruma Bicara (perdana menteri), “Sara Tua” yang dipimpin oleh Sultan dan “Sara Hukum” yang dipimpin oleh Qadi.

 

Pada masanya naskah BO (naskah kuno Bima) peninggalan masa Kerajaan (sebelum Bima menjadi Kesultanan) ditulis ulang dengan huruf arab melayu dan menjadikan huruf arab melayu menjadi aksara resmi kesultanan.

 

Sultan menetapkan tiga perayaan hari besar Islam sebagai “Rawi Na’e Matolu Kali Samba’a” (Upacara adat besar yang dilaksanakan tiga kali setahun). Ketiga upacara tersebut yaitu :

1.       Upacara peringatan Maulid Nabi (Ndiha Molu) yang dilaksanakan pada “Wura Molu” atau “Bulan Maulud” yakni pada tanggal 12 Rabiul Awal. Peringatan dimeriahkan dengan upacara Ua Pua (Sirih Puan).

2.       Hari Raya Idul Fitri (Aru Raja To’i)

3.       Hari Raya Idul Adha (Aru Raja Na’e)

 

Sultan Abdul Khair Sirajuddin wafat pada 17 Rajab 1091 H (22 Juli 1682 M). Beliau dikebumikan di pemakaman Tolobali Bima, sebelah Utara Istana Kesultanan Bima.

 

Rumah Merpati 22, 12 Maret 2025

#JelajahRamadan #jelajahramadhan #EnergiRamadhan #MariBerbagiMakna #MemungutKataKata #reHATIwan #rehatiwanisnpiring #IWANwahyudi

@rehatiwaninspiring @rehatiwan

www.rehatiwan.blogspot.com

 

Sumber Referensi :

Fahrurizki, 2019. Histografi Bima. Ruas Media. Yogyakarta

M. Hilir Ismail, 2004. Peranan Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara. Lengge. Mataram

M. Hilir Ismail, 2006. Kebangkitan Islam di Dana Mbojo (Bima) (1540-1950). Penerbit Binasti. Bogor.

M. Hilir Ismail & Alan Malingi, 2018. Jejak Para Sultan Bima. Penerbit CV. Adnan Printing

Iwan Wahyudi, 2020. Energi Ramadhan. Olat Maras Publishing. Sumbawa.

 

Sumber Foto Makam Sultan Abdul Khair Sirajuddin: gatra.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...