Langsung ke konten utama

[PENA YANG TAK TAKLUK OLEH CORONA]

Saya juga mungkin anda, ketika awal Covid-19 menyerang Indonesia pasti memiliki rasa khawatir dan takut. Tentang aktifitas yang akan lumpuh bahkan terhenti sama sekali. Termasuk mereka yang telah merencanakan banyak hal besar dalam hidupnya. 

Salah satu yang diprediksi lumpuh adalah literasi khususnya penerbitan dan percetakan. Walaupun literasi di media sosial mendapat angin keberkahan karena semua proses dan kegiatan offline sekarang diarahakan ke online. Mulai dari belajar, kerja, layanan masyarakat, bisnis, sebisa mungkin menghindari bertemu apalagi berkerumun. 

Saya mengira para penulis akan tiarap sejenak menerbitkan karya ditengah pandemi, eh malah salah. Semakin di batasi dengan Work from Home, malah semakin banyak waktu luang mereka untuk menulis. Seakan kesibukan dan rutinitas yang selama ini malah membuat susah mencari waktu luang tak lagi jadi alasan. 

Tak hanya satu karya yang mereka terbitkan (diantaranya buku pada foto ini) . Ibarat pandemi yang dalam catatan sejarah selalu saja tak usai dengan satu gelombang, maka karya mereka juga tak hanya satu buku, bahkan sekarang ada yang sedang memasuki  dan menerbitkan gelombang kedua bukunya. 

Dalam setiap kesempitan selalu ada sedikit celah perlawanan untuk tak pernah takluk oleh keadaan. Tak ada yang boleh menghentikan ujung pena kecuali telah habis isi kepala dan jiwa yang dianugerahkan-Nya. 

20062020
#IWANwahyudi
#InspirasiWajahNegeri 
#MariBerbagiMakna
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...