Langsung ke konten utama

[RAMADHAN SAAT BERKOMPETISI DAN PRESTASI]

Sebuah waktu akan bernilai mulia jika kita menempatkannya tidak seperti biasanya. Bila hari-hari kita hanya melalui waktu dengan biasa-biasa saja maka ia akan bernilai sama saja. Namun jika kita memberikannya ruh kompetisi dan prestasi maka waktu yang terlewati akan penuh dengan amal-amal terbaik dan kerja-kerja prestatif serta produktif. Ia akan menaikan nilai waktu tersebut dibandingkan biasanya.

Amal kita kadang memiliki kemuliaan bukan hanya benar-benar karena amal itu semata tapi menjadi mulia karena waktu pelaksanaannya. Seperti kita memahami dengan baik hadits Rasulullah SAW bahwa dibulan Ramadhan amal kebajikan akan dilipatgandakan. Amalan Sunnah berlipat nilai laksana amal wajib, amal wajib bernilai berlipat-lipat lagi. Amal biasa dihari-hari biasa menjadi bernilai tak biasa karena waktu pelaksanaannya yang berbeda.

Ada malam yang bernilai lebih dari seribu bulan, sehingga sepuluh hari terakhir Ramadhan orang-orang beriman memburunya dalam kekhusyu'an i'tikaf mendekatkan diri padaNya. Ada juga amalan-amalan yang hanya ada diwaktu tertentu saja seperti puasa Ramadhan dan shalat Tarawih yang hanya tersedia dibilang Ramadhan. Inilah kesempatan untuk menabung sekaligus menambal kekurangan-kekurangan yang banyak kita lakukan dibulan-bulan lain. Ibarat musim hujan yang dapat menghapus kekeringan.

Hanya orang-orang beriman yang dapat mengkombinasikan spirit kompetisi dan prestasi dalam beramal yang sanggup meraup keuntungan pahala ketika ia dapat memuliakan setiap waktu yang di anugerahkan oleh-Nya, baik waktu yang biasa-biasa saja sebagaimana hari-hari biasa apalagi waktu-waktu yang bernilai ganda dengan pelipat gandaan pahala kebaikan-kebaikan yang dilakukan.

28052018 04:36 Kamar 1A5
#IWANwahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#InspirasiWajahNegeri 
#HappyRamadhan 
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me