Langsung ke konten utama

[KISAH KURSI DAN MEJA SMP]

Setelah meninggalkan ruangan ini lebih dari dua puluh tahun akhirnya kesempatan itu tiba. Tepat diposisi kursi dan meja inilah saya pernah mengenyam pendidikan formal saat SMP, pasnya kelas satu SLTPN 1 Belo namanya saat itu. Atau nama itu kurang familiar berikut nama SMP saya dari masa ke masa : SMP Teke, SLTPN 1 Belo, SMPN 5 Bima, SMPN 1 Palibelo. Dibelakang sekolah kami langsung kaki gunung yang sambung menyambung seperti halnya jalan-jalan dikebanyakan Bima yang menelusuri pinggir gunung.

Hampir keseluruhan waktu SMP saya menikmati betul aroma kapur tulis. Apalagi bunyi gesekan kapur dengan papan tulis hitam yang kadang sudah kusam. kok bisa? karena tugas ketua kelas saat itu sangat berat sekali. Buku pelajaran tidak sebanyak sekarang, bisa jadi dulu hanya guru saja yang punya.Cara mentransfernya cuma dua : PERTAMA, di dikte. dibacakan oleh guru dan paling sering ketua kelas kemudian teman-teman sekelas memindahkannya dalam bentuk tulisan dibuku masing-masing, atau KEDUA, Ketua kelas menuliskan dipapan tulis apa yang ada dibuku kemudian teman-teman sekelas memindakan tulisan dipapan tulis ke buku tulis masing-masing. Yang kedua ini sangat berat karena otomatis ketua ketidak punya catatan. Lah, kan gampang bisa fotocopy bukunya. Wah jangan dibayangkan saat itu mesin fotocopy sebanyak sekarang bro, cuma ada dua tempat untuk fotocopy di Kota Bima atau di Pasar Tente.

Meja dan kursi ini punya kisah unik,saat itu saya nyaris terkena kecelakaan (susah nyebutnya apa, jadi bilang kecelakaan aja). Waktu itu sedang jam istirahat, seperti biasa sebagian siswa kelas IB ada yang keluar kelas untuk kekantin, main bola plastik dilapangan berdebu sambil telanjang dada (ini sekolah dikampung bro wajar buka baju agar tidak kotor) atau bercanda dan sebagainya di halaman kelas. Saya dan beberapa teman tetap di ruang (dikursi dan meja saya), tiba-tiba dari luar meluncur batu yang menghantam keras kaca jendela tepat disebelah saya. Batu dan pecahan kaca berhamburan ke dalam kelas tepat didepan meja saya dan teman-teman. Saya tak membayangkan jika batu dan pecahan kaca itu mengenai wajah dan kepala kami. Usut punya usut ternyata ada yang bercanda dan melempar batu ketemannya, namun terlalu keras hingga nyasar ke jendela.

24052021
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me