Langsung ke konten utama

[HIDUP BARU SETELAH RAMADHAN]

"Seteguk air segar dikala haus musim kemarau akan sangat berarti memberi susana dan energi lebih berbeda bagi tubuh dan langkah selanjutnya bagi seorang musafir."

Jika Ramadhan adalah sekolah yang menggembleng kita hingga bergelar taqwa, apakah setelah lulus kita berhenti belajar dan menganggap sudah mumpuni?. Asal tau saja kondisi keimanan seseorang itu dinamis naik dan turun, tak ada yang stagnan selamanya seperti malaikat. 

Kalau saat Ramadhan ada beberapa amal ibadah yang kita lakukan sangat semangat, volume dan frekuensinya di atas sebelum Ramadhan, apakah setelah Ramadhan berlalu harus turun tajam kembali sebagaimana sedia kala?. Berarti amal kita musiman dong, naik saat Ramadhan, surut setelahnya hingga tak berbekas sama sekali. 

Bila Ramadhan adalah salah satu tempat pengisian bahan bakar kehidupan, apakah cukup sekali itu saja mengisinya dan tak mau mengisi tambah di pengisian kecil setelahnya yang kita temui?. Ingat hidup ini perjalanan panjang, saat kau tersesat tentu akan menghabiskan bahan bakar diluar hitungan kebutuhan di awal perjalanan. 

Pasca Ramadhan kita memasuki kehidupan baru. Pilihannya kembali normal seperti sebelum masuk Ramadhan atau menjadi manusia baru yang lebih baik dari kehidupan normal sebelumnya. Berat bang menyamakan kualitas hari kita saat Ramadhan dengan diluar Ramadhan? Perubahan itu tak sama dengan Revolusi bro. Cukup ada sesuatu yang baru, buah manis Ramadhan walaupun kecil yang masih awet terasa dan tak lepas dari diri kita. Contoh jika saat Ramadhan shalat malam kita 11 Rakaat shalat Tarawih dan Witir plus dua rakaat shalat Tahajjud, sisakan satu rakaat witir saja tiap hari yang tak pernah kita lupakan. 

Selamat menempuh hidup baru setelah Ramadhan, semoga lebih sedikit diatas normal (sebelumnya) agar ada bedanya kita pasca Ramadhan yang mulia. 

27052020
#IWANwahyudi
#InspirasiWajahNegeri
#MariBerbagiMakna
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me