Langsung ke konten utama

[HAPUS PERBUATAN MAKSIAT KITA DENGAN BERTAUBAT ]

"Setiap orang diantara kalian melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat." (HR. Ahmad)

Tak ada satupun manusia dimuka bumi ini yang luput dari kesalahan dan maksiat. Baik itu berupa dosa besar maupun dosa kecil. Bahkan para nabi pun tak luput dari khilaf, namun sebelum kekhilafan itu menjadi dosa, Allah menurunkan teguran untuk mencegahnya. Seperti saat Rasulullah bermuka masam pada sahabat tuna netra menghampiri beliau yang sedang berbicara dengan tokoh-tokoh elit Makkah, turun teguran Allah pada surat 'Abasa. Beliau segera memohon Ampun pada Allah dan menyesal.

Ketika sosok nabi yang mulia dan tingkat keimanan seperti itu memohon ampun pada Allah, bagaimana dengan kita? Manusia biasa yang biasa melekat kekhilafan setiap hari, tak luput dari kemaksiatan yang silih berganti rupanya, ada saja dosa yang diperbuat setiap hari, tentu memerlukan ampunan dan sikap bertaubat yang lebih sering dan terus menerus memohon agar semua dihapus oleh-Nya.

Orang kafir dan fasik melakukan dosa terus-menerus, bedanya orang beriman dan bertaqwa, setelah melakukan kesalahan segera berhenti, memohon ampun dan bertaubat pada Allah. " Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan Perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS. Ali Imran : 135)

Menunda bertaubat ibarat menumpuk-numpuk dosa, melapis sayatan-sayatan luka yang jika telah akut akan hilang kepekaan hati karena telah kotor dan gelap yang akhirnya merasa biasa dan menyepelekan setiap kemaksiatan yang dilakukan.

Saatnya memohon Ampun dan Bertaubat sebanyak dosa yang dilakukan. Saat orang telah menyucikan diri mendapatkan Ampunan di Bulan Ramadhan ini, jangan sampai kita keluar Ramadhan dalam kondisi tak berubah dalam ketagihan gelapnya dosa.

30052019
#IWANwahyudi 
#MariBerbagiMakna 
#EnergiRamadhan 
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan 
www.iwan-wahyudi.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me