Langsung ke konten utama

[ADAB]

Berpendidikan belum tentu memiliki Adab, para pemilik adab sudah pasti berpendidikan. Ribuan tahun yang lalu hal ini sudah dicatat, diingatkan bahkan diajarkan pada ummat ini. Artinya pergeseran waktu dan generasi pasti akan menggerus dan mengikis adab bagi yang tidak mendasarinya pada kehidupan. 
Cobalah bertanya pada orang tua kita. Bagaimana adab dan kesantunan generasi jadul tersebut pada guru dan orang yang lebih tua dibandingkan mereka melihat anak milenial saat ini? Hal ini bukan ingin membenturkan atau mengklaim mana generasi siapa yang terbaik. Namun, sedikit berkaca agar mutiara adab generasi sebelumnya dapat ditarik agar terwarisi dan mewarnai generasi milenial dalam komunikasi digitalnya yang belum penuh dirasakan oleh jaman orang tua kita. 
Peradaban bangsa besar bernama Indonesia ini tergantung para pemuda hari ini kemana membawanya. Sila kedua Pancasila, "Kemanusiaan yang adil dan berADAB" sebuah isyarat dari para pendiri bangsa apa landasan berbangsa dan berkehidupan negeri ini. Tak berlebihan bila seorang tokoh Mesir Hasan Al-Banna mengatakan "Pemuda mata air kebangkitan dan rahasia peradaban" untuk menggambarkan posisi pemuda dalam pewarisan adab. 
Komunikasi salah satu bagian terpenting dalam mengedepankan adab, apalagi dalam kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat dan tanpa sekat sekarang ini. 

Adab dan etika mencerminkan kepribadian seseorang dan etalase orang menilai pribadi serta latar belakang yang melekat pada kita. Untuk seterusnya mereka memutuskan kelanjutannya pada kita. 

Terimakasih Abangda Yusron Saudi (Ketua KPID NTB, Dosen Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Mataram, Dosen UIN Mataram) yang telah membersamai dan berbagi ilmu di Sabtu pagi ini dalam Mentoring Online Program Pembinaan Terpadu Mahasiswa (PPTM) Universitas Teknologi Sumbawa . 

Simak materi lengkap Etika Komunikasi pada link berikut : https://youtu.be/AcULjm0bBa0

22052021
#IWANwahyudi #MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri #reHATIwan 
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me