Langsung ke konten utama

09 [MUSHALLA AL FAJAR UNIVERSITAS SAMAWA]

Februari 2004 Pertemuan lanjutan BEM NTB Raya membahas pengawalan Pemilu pertama pasca Reformasi untuk memilih langsung wakil rakyat dan presiden RI di adakan di Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa. Diantara pertemuan yang cukup serius dan melelahkan Musholla Al Fajar kampus ini menjadi pilihan jeda shalat dan melepas sebagian beban.

2004 Usai, kemudian 2005 datang dengan agenda mengawal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pertama di Indonesia termasuk NTB (beberapa kabupaten dan kota). BEM NTB Raya kembali melakukan pertemuan Marathon lanjutan di UNSA setelah sebelumnya di Universitas Mataram. Ketemu lagi dengan Mushollah Al Fajar.

Saat tahun 2004 dan 2005 Musholla ini masih dikelilingi tanah lapang bahkan tepat di timur mushalla kami sempat panen jagung dan membakar sendiri untuk dinikmati dimalam terakhir kegiatan BEM NTB Raya. Dan Musholla ini menjadi saksi sebagian para aktivis menghabiskan sebagian tidur malamnya (jangan bayangkan pertemuan BEM NTB Raya di hotel atau penginapan)

Sabtu, 7 April 2018. Alhamdulillah saya kembali bisa ke UNSA jalan ByPass Sering, Kerato  Kecamatan Unter Iwes Sumbawa mampir shalat Dzuhur diMusholla dengan rasa terkaget-kaget, sampai mau ketempat ini harus bertanya kesalah seorang mahasiswi dimana Musholla Kampus?. Dulu saat sudah kebelakang kampus langsung terlihat mencolok musholla, sekarang sudah banyak bangunan termasuk aula dan ruang belajar ditempat yang dulu sekeliling musholla cuma ditanami jagung. Bangunan Musholla masih seperti dulu dengan warna birunya dan penambahan tempat wudhu yang luas. Masuk kedalam Musholla terlintas peristiwa 2004-2005 dan berkelebat sosok teman-teman BEM NTB Raya dari Bima hingga Mataram. Ya Rabb, jaga hati teman-teman kami agar terpaut dengan MU dan tak menjaga jarak dari Rakyat.

#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#InspirasiWajahNegeri
#MasjidtoMosque
#WisataMasjid
#WisataReligi
#HappyRamadhan
#Ayoke_LombokSumbawa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me