Langsung ke konten utama

[WANITA YANG MERUSAK KAIN TENUNANNYA SENDIRI]

 "Sesungguhnya di dalam hari-hari sepanjang tahun, ada karunia-karunia (istimewa), maka raihlah ia. Boleh jadi seorang di antara kalian ada yang mendapatkan satu karunia, dan setelah itu ia tidak lagi celaka, selamanya. " (HR. Thabrani) 

Diantara hamparan anugerah hidup yang diberikan-Nya, kita berharap ada banyak amal-amal kita mengisinya, tak sedikit karya dan kerja yang bermanfaat bagi diri dan sekitar kita. Dan kita dapat menjaga itu semua hingga akhir hayat agar buahnya  dapat di petik dan nikmati di akhirat kelak. 

Tertutur sebuah kisah yang cukup terkenal dan pastinya sebagian kita pernah mendengarnya. Wanita yang sangat tekun sekali sepanjang hari menenun, tenunannya amat kuat dan sangat rapih. Namun, setelah rampung ia merusak dan membuat tenunan itu tercerai-berai dan berantakan kembali. Kisah wanita gila bernama Raithah bin Saad di kota Makkah ini menjadi permisalan tentang penolakan terhadap kebaikan. "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya dihari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihan itu. " (QS. An Nahl: 92) 

Di suatu waktu jangan sampai kita menjadi manusia yang ahli dan tekun sekali beribadah, seperti halnya di bulan Ramadhan. Namun, setelah usai bulan itu kembali lagi melakukan kemaksiatan yang menjadi kebiasaan sebelumnya. Sangatlah merugi ketika kain yang ditenun dengan amat baik dan indah itu, seketika dirusak kembali. 

28042020
#EnergiRamadhan 
#MariBerbagiMakna 
@inspirasiwajahnegeri 
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me