Langsung ke konten utama

[UMUR YANG INDAH, SA'AT KURANG TETAP BISA BERBAGI]

" Sebagai seorang muslim hendaknya engkau mempunyai tiga hal yang positif : Jika tidak dapat memberikan manfa'at kepada orang lain, maka janganlah engkau memberikan mudharat kepadanya. Jika tidak mau memujinya, maka janganlah menjelekkannya. Dan jika engkau tidak bisa membuatnya bahagia, maka janganlah membuatnya bersedih. " (Yahya bin Mu'adz ra) 

Foto ini bila saya pandangi pada masanya saat itu dengan hari ini pasti akan mengalirkan rasa yang berbeda. Semakin lama usia dokumentasi berjarak dengan waktu kita saat ini pasti ada getaran tersendiri yang mengalir dalam memory kepala dan ruang hati seseorang. Rasa dan getaran itulah yang mengukur seberapa banyak saat-saat indah dalam usia kita. 

Saat itu kami baru semester tiga, masih belum tuntas beradaptasi dengan dunia belajar dikampus. Sebagai anak rantau tentu akan ditambah dengan proses adaptasi lingkungan. Butuh waktu, energi juga materi tentunya. Kami juga bukan golongan yang serba memiliki semua. Jadi mentalitas dan tempaan berhemat, kadang kurang harus dijadikan sahabat. Dengan segala macam itu harus menjadi panitia sebuah kegiatan tingkat fakultas. Kebayang ngurus diri sendiri belum tuntas sudah dihadapi dengan mengelola orang lain. 

Kami menyadari walau baru tahap level terendah, bahwa mementingkan diri sendiri maka akan melenyapkan sendi pengikat hubungan manusia satu dengan lainnya bernama empati. Dan kepekaan mendengar bisikan hati nurani enggan terdengar. Memberi dalam kondisi kekurangan dan tidak punya, tentu sulit. Tapi itulah tantangan, pilihan-pilihan yang saling tarik menarik mempengaruhi kutub negatif dan positif kemanusiaan kita. 

Jika kita mampu melakukannya, maka sebuah keberhasilan menciptakan keindahan dalam umur kita. Suatu saat keindahan itu akan diputarkan kembali, baik sebagai sebuah nostalgia kisah yang menenangkan untuk dituturkan dan sebagai timbangan kebaikan dalam timbangan-Nya saat pertanggungjawaban usia. 

Indah jejak usia yang kita tuliskan, tak ada penyesalan yang akan mengemuka dalam hati kemudian dihadapan manusia dan pemilik waktu, Allah SWT. 

19042020
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
@iwanwahyudi1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me