Langsung ke konten utama

[SYUKUR, MELESTARIKAN DAN MENAMBAH NIKMAT]

"Jadikanlah muraqobahmu untuk Dzat yang tidak pernah lepas melihatmu. Jadikanlah syukurmu kepada Dzat yang nikmat-Nya tak pernah putus darimu. Dan jadikanlah ketundukanmu kepada Dzat yang kamu tidak dapat keluar dari kerajaan dan kekuasaan-Nya. " (Muhammad bin Ali At-Tirmidzi sebagaimana dikutip Ibnu Al-Jauzi dalam Shifatus Shafwah)

Bumi tempat kita tinggal diciptakan-Nya sesuai dengan karakter dan kebutuhan hidup manusia. Seterik apapun kehidupan gurun masih ada manusia yang hidup hingga kini, sebeku apapun di kutub masih ada jejak kehidupan manusia. Karena sumberdaya alam yang ada dikaruniakan untuk manusia. Nikmatnya bertebaran baik yang terlihat atau tak nampak, baik yang bisa dihitung maupun yang luput dari rumus aljabar kita, baik yang kita minta maupun yang disediakan sesuai kebutuhan dasar yang sering kita lupa pinta. 

Pernahkan kita bayangkan dari makan, minum, bernafas, melihat, mendengar, berbicara, merasa, berjalan hingga tidur sekalipun semuanya adalah nikmat Allah SWT. Diantara hamparan nikmat itu sepatutnya kita berterima kasih dan bersyukur karena itu refleksi atas kesadaran dirinya yang benar atas limpahan nikmat masa kini yang menjadi fasilitas jalannya menuju keabadian kelak. 

Syukur itupun bukan untuk Sang Maha Pencipta semata namun kembali efeknya pada manusia itu sendiri. Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhajul 'Abidin menekankan syukur adalah bukti bentuk pengagungan kepada Allah SWT dan Dzat Yang Maha Pemberi tidak akan menjauh. Bahkan Ibnu 'Athaillah dalam Al-Himam mengatakan "Siapa yang tidak mensyukuri nikmat, berarti menginginkan hilangnya. Siapa yang mensyukurinya, berarti telah mengikatnya."

Alangkah bermakna dan berharganya karunia nikmat dari-Nya. Hal itu patut kita lestarikan karena jika dipisahkan nikmat itu dari kita, mustahil kita dapat hidup hingga saat ini. Dan sebagai manusia normal kita menginginkan nikmat itu kian saat makin bertambah. Salah satu caranya ialah dengan bersyukur. Seperti apa kita sehingga dapat disebut hamba yang bersyukur? Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qosidin mengatakan, "Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan". Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam kitabnya Al-Fawa'id menambahkan syukur dengan hati terwujud dalam bentuk rasa cinta dan taubat yang disertai ketaatan. Sedangkan syukur dengan lisan akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur dengan anggota badan menjelma dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badannya. 

Jika nikmat yang saat ini ada tidak punah, mari mensyukurinya. Jika nikmat yang kini ada masih kurang mari menambahnya dengan cara bersyukur yang benar. 

Selamat menikmati anugerah bulan Ramadhan yang mulia, jangan biarkan ia berlalu tanpa ada bekal yang bisa kita himpun. Dan selalu bersyukur agar Ramadhan tahun ini lebih baik dari yang pernah kita lalui sebelumnya. 

01052020
#IWANwahyudi
#EnergiRamadhan #MariBerbagiMakna #InspirasiWajahNegeri.
@iwanwahyudi1
@inspirasiwajahnegeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me