Langsung ke konten utama

[SIAPKAN RAMADHAN LEBIH AWAL AGAR RUANG MEMINTA BERJUMPA KEMBALI LEBIH BANYAK]

Waktu seakan hanya sekelebat. Baru kemarin rasanya puasa Ramadhan, kini sudah hampir datang lagi, belum terlalu lama perjalanan mudik kekampung halaman terlewati, ternyata sudah akan terulang kembali. Siklus tahunan itu begitu cepat pergi dan kini menyapa kembali. Ia telah menunaikan secara disiplin tugasnya dalam setahun. Namun tak banyak yang berubah dari diri kita, setelah meninggalkan Ramadhan tahun lalu. Bahkan kita masih saja seperti itu-itu saja atau bahkan mengalami kemunduran yang tak disadari : miskin ibadah, minim amal, sedikit mengingat-Nya dan berbuat kebaikan. Dan kita belum juga melakukan perbaikan yang berarti.

Mengapa perlu menyiapkan Ramadhan jauh-jauh hari? Ini kan masih tiga pekanan atau bulanan hari lagi? Mewarning diri lebih awal akan kedatangan Ramadhan, akan membuka ruang kesempatan lebih banyak dan panjang untuk berdo’a agar sampai kembali bertemu bulan yang mulia tersebut. Ketika seorang manusia agung Nabi Muhammad SAW menyiapkan diri setidaknya dua bulan secara maksimal, apatah lagi kita yang manusia biasa, tentu harus lebih banyak yang disiapkan.

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra, Rasulullah saat memasuki Bulan Rajab akan berdoa dengan do’a yang masyhur di masyarakat kita “ Ya Allah berikanlah keberkahan pada kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan umur kami dibulan Ramadhan” (HR. Ahmad dan Thabrani). Meski hadist ini tak bisa dijadikan landasan karena kedudukannnya yang dhaif menurut sebagian ahli hadist. Namun, tak ada salahnya melantunkan do’a dan mengucapkan harap pada Allah lebih sering agar disampaikan impian berjumpa bulan Ramadhan.

Do’a yang indah dan baik serta dicintai Allah SWT adalah yang terus menerus dipanjatkan dalam waktu yang lama, tanpa henti. Allah menyukai hambanya yang mengiba, mengulang-ngulang permintaaannya. Do’a bukan sekedar pengulangan yang terus menerus atas permintaan, bukan pula sekedar dalam waktu yang lama, namun perlu hal lain sebagai kunci pula yaitu hati yang bersih dan keyakinan akan terkabulnya do’a.

Selagi masih lebih dari tiga pekan lagi Ramadhan, masih ada cukup banyak waktu berdo’a, kesempatan membersihkan hati, mengusap jiwa dari debu-debu hingga suci, menarik kembali niat agar lurus hanya pada-Nya. Semoga lantunan-lantunan harap itu membawa kita menyaksikan kembali hilal seraya berdo’a “ Ya Allah, selamatkan aku untuk Ramadhan dan selamatkan Ramadhan untuk aku dan selamatkan dia sebagai amal yang diterima untukku “ ( HR, Thabrani dan Dailami)

19042019 06:07
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#CatatanLangkah
#InspirasiWajahNegeri #reHATIwan
www.iwan-wahyudi.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SALAM PAGI 170 : MERINDUI PANGGILAN]

  Assalamu’alaikum Pagi “Apakah hari ini diri mendengar syahdu suara adzan Shubuh yang memecah keheningan? Biarkan ia selalui dirindui oleh telinga bersama panggilan menunaikan shalat berikutnya hingga diri dipanggil oleh-Nya.” Saya masih ingat benar ketika listrik pertama kali masuk kampung kakek, hanya masjid yang lebih awal terpasang setrum itu. Biasanya suara adzan tak terdengar oleh rumah yang jauh dari masjid, sebagai penanda hanya bunyi bedug yang mampu merambatkan bunyi di udara lebih jauh radiusnya. Kemudian suara adzan dari pengeras suara menjadi penanda panggilan untuk menunaikan kewajiban shalat, bersujud padanya. Sekarang suara adzan tak terhalang apapun bahkan di daerah tanpa listrik, tanpa masjid bahkan seorang diri yang muslim karena alarm di smartphone dapat diatur sedemikian rupa bahkan dengan suara pilihan seperti adzan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Coba secara jujur bertanya kedalam diri, “Adakah suara adzan yang paling dirindu dan ditunggu bah

[SALAM PAGI 169 : TERIMA KASIH PAGI]

  Assalamu’alaikum Pagi “Terima kasih pagi atas segala perjumpaan penuh nikmat dari-Nya yang tak pernah terlewati walau sehari pun, tapi kadang diri selalu melupakan.”   Terima kasih pagi yang telah menjadi pembatas antara gelap dan terang. Hingga diri menyadari hidup tidak hanya melawati gelap tanpa cahaya yang memadai, namun juga berhadapan dengan terang yang penuh dengan sinar bahkan terik yang menyengat. Terima kasih pagi yang sudah menjadi alarm menyudahi istirahat. Bahwa hidup tidak mengenal jeda yang lama bahkan berlarut. Bukan pula tentang kenikmatan tidur yang kadang melenakan. Tapi harus kembali bergeliat bersama hari yang akan selalu ditemui,hadapi, taklukan hingga dimenangkan menjadi capaian. Terima kasih pagi yang sudah menyadari bahwa anugerah kehidupan begitu mahal. Organ tubuh yang dirasakan kembali berfungsi dengan normal ketika terbangun tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. Konversi rupiah pun tidak bisa menggantikan satu saja syaraf yang berhenti berfungsi no

[SUAPAN TANGAN]

Salah satu anugerah menjadi generasi yang hadir belakangan adalah mendapatkan mata air keteladanan dari para pendahulu yang menyejukan. Tak harus sesuatu yang wah dan besar, hal sepele dan receh kadang menyentak nurani ketika dibenturkan dengan kepongahan jiwa yang angkuh. Mereka dengan jabatan yang mentereng bisa bersikap lebih sombong sebenarnya dibandingkan kita yang dengan tanpa malu petantang-petenteng cuma bermodal kedudukan rendahan. Bahkan ada yang dengan bangga membuang adab dan perilaku ketimuran yang kaya dengan kesantunan dengan dalih tidak modern dan kekinian. Adalah Agus Salim Diplomat ulung awal masa kemerdekaan dengan kemampuan menguasai 9 bahasa asing. Jauh sebelum kemerdekaan republik ini pun ia sudah menjadi bagian dari pergerakan kebangsaan yang memperjuangkan proklamasi kebebasan dari penjajahan. Tapi, jiwa dan karakter keindonesiaannya tak pudar dengan popularitas dan jam terbangnya melalang buana kebelahan dunia. Dalam sebuah acara makan malam ia me