Langsung ke konten utama

[HARI KOPI]

Waktu saya kecil mengidentikan kopi itu minuman orang-orang tua (bukan para remaja) karena hampir yang saya lihat pemesan kopi atau peminum kopi saat bertamu ataupun acara hajatan adalah mereka para orang tua.

Saya juga beranggapan kopi itu minuman yang kurang enak karena dari rasanya yang pahit tidak menumbuhkan daya pikat pada kami yang anak-anak dengan kecenderungan minuman manis dan berwarna.

Tapi kekinian ada arus baru penikmat kopi. Kedai kopi mulai bertebaran dibeberapa kota besar hingga kota kecil dimana dulunya tak ada kedai kopi. Mereka menyediakan kopi original terbaik dari berbagai daerah di Indonesia baik robusta maupun arabica. Sosok yang nongkrong dikedai itu bukan orang-orang tua seperti pengalaman masa kecil saya. Tapi banyak Anak Baru Gede (ABG) milenial dan para karyawan yang usianya masih muda, bahkan sangat muda.

Kedai kopi bukan hanya berfungsi sebagai tempat ngopi semata sambil bersenda gurau. Tapi sudah tumbuh sebagai tempat rapat, diskusi ringan, talk show dan segala hal yang berbau berinteraksi sosial.

Trend kopi semakin menggembirakan, tak lagi sekedar target perburuan rempah-rempah para penjajah tapi sudah menjadi sebuah kebanggan dan nasionalisme. Bangga dapat nyrupuut secangkir kopi terbaik dari berbagai daerah di Indonesia dan rasa memiliki keanekaragaman kopi yang juga menjadi kopi-kopi terbaik dipanggung dunia. Jangan lupa menikmati aroma, rasa dan romansa secangkir kopi.

Selamat Hari Kopi Nasional, 11 Maret 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KARTINI]

KARTINI, banyak sejarah kehidupannya yang kadang "digelapkan" oleh rezim yang pernah berkuasa di negeri ini. Kartini (1) Sejarah yang ditulis penguasa telah menunggangi pemikiran2 kartini untuk maksud yang sama sekali bertentangan dengan cita2 murni kartini. Kartini (2) Betapa emansipasi dan feminisme dijadikan berhala oleh banyak perempuan Indonesia dengan mengatasnamakan Kartini. Padahal bukan itu yang hendak dicapai kartini. Kartini (3) Kekritisan kartini talah terlihat sejak kecil ketika kebiasaan tempo dulu untuk memanggil guru ngaji ke rumah  untuk mengajar membaca dan menghafal al-qur'an tidak disertai dengan terjemahan,kartini tidak bisa menerima hal tersebut. dia menanyakan makna ayat2 yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, malah sang guru memarahinya. Kartini (5) Kyai sholeh kemudian tergugah untuk menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa jawa. Di hari pernikahan kartini kyai sholeh menghadiahinya terjemahan  Al-Qur'an ( Faizhur Rahma...

[MENOLAK TAKLUK]

Jenderal Soedirman pastinya tau benar akan penyakit komplikasi Tuberkulosis yang merusak paru-parunya dan ia bawa bergerilya keluar masuk hutan hingga harus ditandu naik turun bukit. Saya yakin setiap dokter akan menyarankannya Istirahat. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Soekarno juga bukan orang yang tidak mengerti akan penyakitnya saat menolak operasi ginjal. Namun ia tetap memilih masih menjalankan pemerintahan republik  padahal iya mengalami hipertensi yang dipengaruhi ginjalnya, ginjal kiri tidak berfungsi maksimal sedang fungsi ginjal kanan tinggal 25%. Ada juga penyempitan pembuluh darah jantung  pembesaran otot jantung bahkan gejala gagal jantung. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? RA Kartini tak berhenti berjuang lewat literasi dengan berkorespondensi walau ia kemudian mengalami pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat kehamilan, persalinan atau nifas) saat melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Apakah ini menolak takluk oleh sakit? Pernahkan ki...

[SURAT JURU BICARA LISAN DAN HATI]

Setelah mengundurkan diri dari posisi wakil presiden mendampingi Soekarno akibat perbedaan pandangan, bukan berarti membuat hubungan Hatta dengan pasangan dwi tunggalnya itu benar-benar terputus. Persaudaraan dan persahabatan diantaranya tetap berjalan, salah satunya Hatta masih menulis surat-surat masukan pada presiden Soekarno, selain tulisan-tulisannya di koran. Entah apakah surat itu dibaca atau diterima pesan didalamnya. 1902, perempuan 23 tahun ini banyak menuliskan perasaan dan pikiran keseorang wanita dibenua Eropa nun jauh dari Indonesia. Korespondensi mereka tak kurang dari 115 pucuk surat yang kemudian dihimpun menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang". Mereka berdua adalah RA Kartini dan Nyonya Rosa Abendanon-Mandri, istri Direktur Pendidikan, agama dan industri Hindia Belanda. Banyak orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan masukan secara langsung pada orang lain, hingga diperlukan media pesan dengan secarik kertas. Surat, sebuah saksi pera...